Sekolah Gratis 2

Semua gratis

Siang itu, saya juga memiliki kesempatan makan siang bersama ratusan siswa Torpparinmaki. Berbagai menu makan siang yang bergizi tersedia, mulai dari susu, roti, pasta, ikan asap, dan sup. Semua itu disediakan sekolah secara gratis.

Biaya pendidikan di Finlandia seluruhnya gratis, mulai pendidikan dasar hingga universitas. Pemerintah bahkan menyediakan bus jemputan untuk murid sekolah dasar. Jika tidak ada bus jemputan, pemerintah memberikan subsidi uang transportasi untuk siswa.

Di luar itu, pemerintah menyediakan buku-buku dan perpustakaan lengkap. Kasarnya, murid di Finlandia tinggal datang ke sekolah untuk belajar tanpa memikirkan biaya untuk makan siang, ongkos, dan buku.

Pemerintah menyediakan anggaran 5.200 euro atau sekitar Rp 70 juta untuk setiap siswa per tahun. Leo Pahkin, konselor pendidikan dari Badan Pendidikan Nasional Finlandia, menyebutkan, setiap tahun ada sekitar 52.000 murid pendidikan dasar. Dengan demikian, anggaran yang disediakan pemerintah untuk murid pendidikan dasar mencapai Rp 3,64 triliun per tahun.

Di Indonesia, anggaran pendidikan dasar sembilan tahun sekitar Rp 21 triliun dari total anggaran pendidikan nasional Rp 43,4 triliun per tahun. Namun, anggaran itu diperuntukkan bagi jutaan murid di seluruh Indonesia.

Dari sisi anggaran pendidikan, Indonesia memang tertinggal. Namun, kualitas pendidikan sebenarnya tidak melulu ditentukan oleh anggaran. Yang juga penting diperhatikan adalah bagaimana pemerintah membuat sebuah sistem pendidikan dengan prinsip-prinsip yang kuat dan hasil terukur. Tidak seperti sekarang, sistem pendidikan di Indonesia seolah hanya berkutat pada kontroversi mengenai UN.

Finlandia membuktikan tanpa UN, sistem pendidikannya berhasil menempati urutan satu di dunia.

Sekolah Gratis

Sekolah Gratis Bukan Mimpi

Finlandia pada awal musim semi, pertengahan September lalu. Udara mulai berkabut dan dingin hingga menusuk tulang. Namun, hal itu sama sekali tidak menghalangi para murid untuk datang dengan sepeda ke Torpparinmaki Comprehensive School di pinggiran ibu kota Helsinki.

Pagi itu saya diberi kesempatan oleh Kementerian Luar Negeri Finlandia untuk melihat proses belajar-mengajar di sekolah yang memberikan pendidikan dasar kelas I hingga IX. Bangunan sekolah itu tidak mewah. Bentuknya bahkan lebih mirip gudang atau gedung olahraga bulu tangkis. Namun, ini adalah salah satu sekolah yang—katanya—berkualitas tinggi di Finlandia.

Di sekolah ini tercatat 420 siswa yang terdiri dari 380 murid umum dan 40 murid yang perlu mendapat perlakuan khusus. "Murid khusus" ini adalah murid yang memiliki masalah sehingga perlu diberi perlakuan khusus. Ada yang sulit belajar atau stres karena orangtua bercerai.

Di Finlandia, kasus perceraian sangat tinggi, hampir 50 persen perkimpoian. Akibatnya, banyak anak-anak yang bermasalah di sana. Mereka inilah yang perlu mendapat perhatian khusus.

Para murid khusus ini biasanya ditangani oleh guru konseling. Jika kasusnya agak berat, mereka akan ditangani psikolog. Murid khusus yang sudah bisa mengatasi masalahnya akan bergabung lagi di kelas umum.

Sulit membedakan mana yang tergolong murid khusus dan mana yang bukan. Pasalnya, para murid khusus ini tidak dipisahkan dari murid lainnya ketika belajar. "Kami sengaja tidak memisahkan mereka untuk menghindari stigma negatif," ujar Sampsa Vuorio, seorang guru di sekolah itu.

Sekadar catatan, di sekolah itu terdapat 30 guru yang mengajar penuh dan 20 anggota staf sekolah. Di luar itu, ada beberapa relawan yang membantu proses belajar-mengajar di sekolah tersebut. Sebelum bergabung di sekolah itu, para guru harus melalui proses penyaringan yang sangat ketat. Hanya lulusan terbaik yang bisa menjadi guru. Kualitas guru memang menjadi faktor utama keberhasilan sistem pendidikan di Finlandia.

Suasana belajar di sekolah itu secara umum tampak berbeda dengan suasana belajar sekolah di Indonesia. Di Torpparinmaki, proses belajar-mengajar tidak dilakukan di kelas-kelas besar seperti di Indonesia. Murid tampak belajar di mana saja di hampir semua sudut sekolah. Murid kelas I hingga kelas IX bisa saja belajar di tempat yang sama dengan mata pelajaran berbeda-beda.

Di sebuah ruangan yang lebih mirip selasar, 10 murid dengan tekun belajar dengan menggunakan komputer. Ada yang belajar mengarang, matematika, desain, dan belajar bahasa Inggris, Swedia, atau Bahasa Jerman. Di aula ada beberapa anak yang belajar melukis.

Vuorio menjelaskan, sistem pendidikan di Finlandia memang disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Siswa yang tertinggal di mata pelajaran tertentu, misalnya, akan mendapatkan kelas ekstra. "Kami memberi ketentuan, untuk kelas VIII, misalnya, siswa harus memiliki kemampuan matematika hingga tingkat tertentu. Jika siswa membutuhkan, kami sediakan kelas ekstra," ujarnya.

Vuorio menjelaskan, hingga kelas IV siswa tidak diberi penilaian angka atau skor. Penilaian lebih bersifat kualitatif. Mulai kelas V, barulah murid diberi penilaian dengan skor. "Buat kami, angka tidak terlalu penting. Apalah arti angka V atau IX dalam sebuah tes. Yang penting bagi kami adalah siswa pada akhirnya menguasai materi pelajaran," kata Vuorio.

Untuk jangka waktu tertentu, guru akan mengevaluasi hasil pembelajaran di konferensi guru. Pada kesempatan ini, guru akan membahas kekurangan dan kelebihan metode belajar yang berlangsung di sekolah. Evaluasi ini tidak ada kaitannya dengan naik tidaknya siswa ke kelas lebih tinggi, sebab di Finlandia tidak ada siswa yang tinggal kelas.

"Kebijakan tidak menaikkan siswa itu kami anggap tidak baik. Ini akan mengganggu kepercayaan diri siswa," ujar Vuorio.

Pemerintah sendiri mengukur kualitas pendidikan dengan ujian nasional (UN). Namun, UN tidak digelar setiap tahun untuk setiap mata pelajaran. Tes bahasa Inggris, misalnya, hanya dilakukan di kelas V dan IX.

Ujian ini juga tidak diikuti oleh semua siswa. Pemerintah akan menentukan peserta dengan cara random di kelompok siswa cerdas, menengah, dan kurang. Hasil ujian ini digunakan untuk bahan evaluasi, bukan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan siswa seperti di Indonesia.

Siswa yang menyelesaikan pendidikan dasar sembilan tahun kemudian meneruskan pendidikan ke sekolah menengah setingkat SMA. Setelah itu, siswa bisa mengikuti ujian masuk universitas atau politeknik.

sumber :www.kompas.com

Anak-anak cerdas berbakat Istimewa

Siswa CIBI Butuh Perlakuan Khusus

Pentingnya perhatian untuk anak-anak cerdas berbakat istimewa (CI/BI) masih belum diwadahi dengan optimal. Baik pemerintah yang belum memberikan aturan tegas hingga sekolah yang belum memberi ruang khusus bagi mereka. Karena itu perlu adanya upaya membangun kepedulian masyarakat terhadap anak-anak CI/BI ini.

Hal tersebut menjadi salah satu poin rekomendasi dalam konferensi nasional pertama Asosiasi pendidikan khusus untuk siswa CIBI yang digelar di Kota Malang kemarin. “Jika tidak ada perhatian lebih kepada anak-anak CIBI ini, saya khawatir akan terjadi pembajakan SDM oleh pihak luar,” ungkap Sekretaris Jenderal PP Asosiasi CI/BI, Amril Muhammad SE M.Pd kepada Malang Post saat di Malang.

Dosen Managemen Pendidikan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) ini menuturkan, anak-anak CI/BI atau istilahnya gifted ini banyak yang diwadahi di sekolah-sekolah luar negeri. Mereka diberi beasiswa studi gratis di sana. Jika ini dibiarkan maka Indonesia akan kehilangan potensi SDM terbaiknya. Karena itulah diharapkan ada aturan tegas dari pemerintah mengenai penyelenggaraan pendidikan CI/BI yang di sekolah diwujudkan dalam sekolah akselerasi ini. Apalagi saat ini belum ada legalitas yang tegas mengenai model pendidikan ini.

“Ada pihak yang tidak paham bahkan tidak suka yang akhirnya memunculkan larangan-larangan. Karena itu kami mendorong pemerintah untuk segera mengeluarkan PP atau permendiknas untuk program CI/BI ini,” tandasnya.

Diakuinya, selama ini masih banyak sekolah yang belum mewadahi siswa dengan kemampuan istimewa ini. Dengan alasan tidak mau menimbulkan diskriminasi antar siswa jika siswa gifted ini harus ditempatkan di kelas khusus. Padahal menurutnya siswa berhak mendapatkan apa yang sesuai kebutuhannya. Karena karakteristik anak gifted ini adalah tidak bisa belajar dengan siswa yang lambat maka jika tetap dijadikan satu kelas yang muncul adalah under receiver.

Anak akan sulit menerima materi dari gurunya. “Mereka memang harus mendapatkan layanan khusus, tapi sosialisasi tetap diperlukan dan bisa dilakukan melalui kegiatan non pembelajaran,” tandasnya. Ia menambahkan, Indonesia memiliki potensi satu juta lebih siswa dengan potensi gifted ini. Namun baru 9.951 siswa yang terakomodir di sekolah-sekolah penyelenggara CI/BI. Sementara jumlah lembaga pendidikan yang sudah membuka program ini sebanyak 311 sekolah dari 126 ribu sekolah.

sumber : Harian Waspada

Anak Gizi Buruk harus diperhatikan secara khusus

Anak Gizi Buruk Harus Diperlakukan Khusus Jakarta.

Pelita Anak yang mengalami gizi buruk bukan berarti harus lansung dikasih makan banyak, tetapi diperlukan perlakuan khusus di dalam pemulihan kesehatannya. Hal ini dilakukan guna menjaga lambungnya agar tetap sehat.

"Anak gizi buruk atau kurang gizi, tidak bisa dikasih makan sembarangan, misalnya langsung diberi makan atau minum susu banyak terus anak tersebut bisa sehat lagi tapi ada perlakuan khusus yang dlberikan,"kata Ida Ruslita Amir SKM dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi).

Lebih lanjut Ida mencontohkan anak kurang gizi harus di cek kesehatannya secara bertahap dan makan yang masuk ke perutnya pun harus merupakan makanan tertentu, harus diperhatikan komposisi gizlnya dan tidak boleh yang keras dan tidak boleh minum susu. Sebab jika langsung dikasih makan banyak bisa merusak lambung sl anak. Setelah melalui terapi, berat anak kembali normal baru boleh makan seperti biasa, boleh makan buah dan ditambah minum susu untuk meningkatkan daya tahan tubuh.

DI Indonesia sendiri menurutnya masih ada beberapa daerah ditemukan gizi buruk atau kurang gizi. Namun tidak semua keluarga anaknya mempunyai gizi buruk dikarenakan hal finansial, tapi lebih mengarah pada pola hidup keluarga yang tidak sehat. "DI perkampungan banyak keluarga yang sejahtera punya barang-barang elektronik, tapi anaknya gizi buruk.

Jadi kalau ada uang mengutamakan bell TV daripada bell makanan bergizi dan gaya hidup seperti Ini yang harus diubah.Jelas Ida. Sedangkan Frisian Flag Indonesia sendiri dalam upaya menyadarkan masyarakat akan pentingnya makanan bergizi dan sehatnya minum susu, melakukan kampanye di 50 titik di Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Timur sejak Oktober s/d 9 Januari 2010 mendatang. "Kampanye ini merupakan wujud kepedulian FFI SKM Bendera dalam meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang gizi dengan kembali mengedukasi masyarakat akan pentingnya konsumsi susu sebagai salah satu sumber energi dalam menjalankan kegiatan sehari-hari,"Jelas Hendro H Peodjono Human Resource and Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia, (mth)

sumber: www.bataviase.co.id

Anak dan Peradilan bag. III

Perlakuan anak dalam dunia peradilan

Bagaimana perlakuan yang diberikan jika seseorang anak melakukan kejahatan? Pertanyaan ini sering muncul ke permukaan tentang bagaimana seharusnya perlakuan yang harus diberikan, apakah sama dengan perlakuan diberikan kepada orang dewasa melakukan kejahatan. Jawabannya tentu berbeda. Si anak yang melakukan kejahatan pada umumnya bukan karena sifat jahatnya tetapi oleh karena bersifat anak nakal saja. Sebab itulah terhadap anak-anak seperti ini harus mendapat perlindungan dan perlakuan khusus pula.

Walau sampai saat ini belum ada undang-undang mengatur tentang perlakuan khusus bagi anak-anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum namun kebijakan pemidanaan merupakan alternative pemecahan permasalahan. Kebijakan pemidanaan bisa ditempuh dengan berprinsip pada sifat-sifat khusus dari si anak untuk mewujudkan kesejahteraan anak dan kepentingan masyarakat.

Dengan demikian segala aktivitas yang dilakukan dalam rangka peradilan anak ini, apakah itu dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim atau pejabat lainnya harus didasarkan pada suatu prinsip ialah demi kesejahteraan anak dan demi kepentingan anak.

Jadi apakah hakim akan menjatuhkan pidana ataukah tindakan harus didasarkan pada kriterium apa yang paling baik untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan, tentunya tanpa mengurangi perhatian pada kepentingan masyarakat. Bila prinsip itu dipegang maka tak ada lagi anak-anak yang terpisah dari sekolahnya, tak ada lagi anak-anak yang terasing dari dunia riilnya. Dengan demikian anak yang melakukan kejahatan diperlakukan sesuai dengan perkembangan jiwa dan moralnya.

Harapan kita semua agar kasus Andang tidak menimpa anak Indonesia lainnya. Sebenarnya Indonesia telah pernah dibuat konsep Rancangan Undang-Undang Tentang Peradilan Anak pada tahun 1967 namun sampai saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut tidak diketahui dimana rimbanya. Padahal dalam konsep RUU tersebut sudah cukup mengatur tentang perlakuan –perlakuan yang harus diberikan oleh penyidik juga tentang hakim dan pengadilan yang berwenang megadili perkara tersebut.

Sumber: Harian Waspada, 24 Juli 1995

Anak dan Peradilan bag. II

Kedudukan anak dalam hukum

Dalam hukum positif Indonesia, masalah anak dibawah umur apabila melakukan perbuatan melawan hukum tidak begitu tegas diatur. Apa yang seharusnya diperlakukan bagi mereka dan bagaimana system penahanan serta system penyidikan yang diberikan kepada mereka juga belum ada diatur dalam hukum.

Dalam KUHP sendiri hanya ada tiga pasal yang mengatur bila seorang di bawah umur melakukan tindakan pidana. Namun apa yang tertera dalam KUHP hanyalah berupa proses penghukuman bila seorang anak telah melakukan tindak pidana, sedangkan proses penyidikannya tidak diatur sama sekali. Pasal-pasal dalam KUHP tersebut adalah pasal 45, 46, dan 47. dalam ketiga pasal disebutkan bahwa apabila seseorang yang belum genap berusia 16 tahun melakukan suatu perbuatan pidana maka ada tiga alternative penghukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu mengembalikan anak tersebut kepada orang tuanya, memasukannya kedalam rumah pemeliharaan anak-anak nakal dan menghukum anak tersebut dengan mengurangi sepertiga dari pidana pokok yang diancamkan kepadanya. Jadi apa yang diatur dalam hukum positif Indonesia merupakan ketentuan yang sangat sederhana. Karenanya perlu penjabaran dan pengaturan lebih lanjut dalam suatu undang-undang khusus tentang anak.

Bila kita bandingkan dengan Negara lain maka Indonesia sudah sangat tertinggal dalam hal perla
kuan hukum terhadap seorang anak yang melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Belanda sendiri sudah memiliki Undang-Undang Anak (kiderwetten) sejak tahun 1901 dan mulai berlaku tahun 1905. lahirnya undang-undang in pada akhir abad ke 19 memang tak terlepas dari keprihatinan Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara mengenai bertambah banyaknya kriminalitas yang dilakukan oleh anak dan pemuda. Juga terhadap penanganan perkara menyangkut anak dan pemuda, yang diperlukan sama dengan orang dewasa. Maka di berbagai Negara dilakukan usaha-usaha kea rah perlindungan anak.

Di Amerika Serikat juga sudah dibentuk pengadilan anak (Juvenile Court) sejak tahun 1899 dan merupakan undang-undang peradilan anak yang pertama menggunakan asas parents patriae, yang berarti bahwa penguasa pemerintah harus bertindak apabila anak-anak membutuhkan pertolongan sedang anak yang melakukan kejahatan bukannya dipidana, melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan.

sumber :Harian Waspada, 24 Juli 1995

Anak dan Peradilan

Belum ada nilai.

Tahun 1995 merupakan tahun yang penuh kesan bagi anak-anak Indonesia khususnya kedudukannya dam dunia peradilan? Kita bisa melihat beberapa kasus menimpa anak masih dibawah umur diperlakukan oleh aparat penyidik yang menurut perkembangan umurnya belum pantas diperlakukan seperti itu. Kasus Andang Pradika Purnama misalnya bocah yang baru berusia sembilan tahun harus meringkuk didalam tahanan Polsekta Yogyakarta selama 52 hari dengan mendapat siksaan fisik yang cukup berat, hanya karena disangka mencuri dua ekor burung seharga Rp. 2.500.


Akibat siksaan ini Andang mengalami trauma begitu berat dan berkepanjangan, sehingga dia malu untuk berjumpa dengan teman-teman sebayanya, walaupun pada akhirnya hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta membebaskan Andang dengan alasan keadilan. Barangkali masih banyak Andang-Andang lain yang saat ini meringkuk dalam tahanan polisi yang perlu segera mendapat perhatian apa lagi pada Hari Anak Nasional kali ini.

Bila sebagian anak-anak Indonesia ikut berbahagia dalam rangka memeriahkan hari jadinya, maka sekelompok anak lainnya merasa tidak ada artinya Hari Anak Nasional itu, terutama mereka yang meringkuk dirumah tahanan dan lembaga-lembaga permasyarakatan. Seharusnya mereka ikut merayakan hari jadinya dan ikut berbahagia dengan anak-anak yang lain tetapi karena perlakuan hukum melindungi mereka dengan adil terpaksa mereka meringkuk di balik jeruji besi kokoh yang memisahkan mereka dari dunia bebas, di saat-saat mereka yang seharusnya bermain, bercanda, berkejar-kejaran dengan teman-teman sebayanya. Barangkali mereka belum mengerti apa hukum itu tetapi karena perlakuan yang mereka terima langsung mereka klaim hukum tidak adil.

Perlakuan-perlakuan hukum diatas sangat jauh dari perasaan ataupun nilai keadilan yang harus diterapkan. Dalam dunia hukum ada tiga nilai yang harus diperhatikan apabila hendak menerapkan hukum itu dalam wujudnya yang konkrit.

Yang pertama adalah nilai kegunaan. Dalam kaitan ini apakah benar-benar hukum ini berguna bila diwujudkan kepada pelaku pelanggar hukum. Kemudian nilai kepastian hukum, artinya bahwa hukum itu harus dijatuhkan apabila ada yang melanggar hukum. Dan ketiga adalah nilai keadilan. Hukum harus benar-benar adil dalam memberikan putusan.

Ketiga hukum ini terkadang saling tarik-menarik antara mana yang didahulukan, apakah nilai kepastian hukum atau nilai keadilan. Bila sudah seperti ini maka yang baru diperhatikan oleh penegak hukum adalah perasaan hukum dan pandangan masyarakat yang pada akhirnya menentukan sikap yang akan diambil.

Sumber: Harian Waspada, 24 Juli 1995