Anak dan Peradilan bag. II

Kedudukan anak dalam hukum

Dalam hukum positif Indonesia, masalah anak dibawah umur apabila melakukan perbuatan melawan hukum tidak begitu tegas diatur. Apa yang seharusnya diperlakukan bagi mereka dan bagaimana system penahanan serta system penyidikan yang diberikan kepada mereka juga belum ada diatur dalam hukum.

Dalam KUHP sendiri hanya ada tiga pasal yang mengatur bila seorang di bawah umur melakukan tindakan pidana. Namun apa yang tertera dalam KUHP hanyalah berupa proses penghukuman bila seorang anak telah melakukan tindak pidana, sedangkan proses penyidikannya tidak diatur sama sekali. Pasal-pasal dalam KUHP tersebut adalah pasal 45, 46, dan 47. dalam ketiga pasal disebutkan bahwa apabila seseorang yang belum genap berusia 16 tahun melakukan suatu perbuatan pidana maka ada tiga alternative penghukuman yang dapat dijatuhkan, yaitu mengembalikan anak tersebut kepada orang tuanya, memasukannya kedalam rumah pemeliharaan anak-anak nakal dan menghukum anak tersebut dengan mengurangi sepertiga dari pidana pokok yang diancamkan kepadanya. Jadi apa yang diatur dalam hukum positif Indonesia merupakan ketentuan yang sangat sederhana. Karenanya perlu penjabaran dan pengaturan lebih lanjut dalam suatu undang-undang khusus tentang anak.

Bila kita bandingkan dengan Negara lain maka Indonesia sudah sangat tertinggal dalam hal perla
kuan hukum terhadap seorang anak yang melakukan suatu perbuatan melawan hukum. Belanda sendiri sudah memiliki Undang-Undang Anak (kiderwetten) sejak tahun 1901 dan mulai berlaku tahun 1905. lahirnya undang-undang in pada akhir abad ke 19 memang tak terlepas dari keprihatinan Negara-negara Eropa Barat dan Amerika Utara mengenai bertambah banyaknya kriminalitas yang dilakukan oleh anak dan pemuda. Juga terhadap penanganan perkara menyangkut anak dan pemuda, yang diperlukan sama dengan orang dewasa. Maka di berbagai Negara dilakukan usaha-usaha kea rah perlindungan anak.

Di Amerika Serikat juga sudah dibentuk pengadilan anak (Juvenile Court) sejak tahun 1899 dan merupakan undang-undang peradilan anak yang pertama menggunakan asas parents patriae, yang berarti bahwa penguasa pemerintah harus bertindak apabila anak-anak membutuhkan pertolongan sedang anak yang melakukan kejahatan bukannya dipidana, melainkan harus dilindungi dan diberi bantuan.

sumber :Harian Waspada, 24 Juli 1995
0 Responses