Anak dan Peradilan bag. III

Perlakuan anak dalam dunia peradilan

Bagaimana perlakuan yang diberikan jika seseorang anak melakukan kejahatan? Pertanyaan ini sering muncul ke permukaan tentang bagaimana seharusnya perlakuan yang harus diberikan, apakah sama dengan perlakuan diberikan kepada orang dewasa melakukan kejahatan. Jawabannya tentu berbeda. Si anak yang melakukan kejahatan pada umumnya bukan karena sifat jahatnya tetapi oleh karena bersifat anak nakal saja. Sebab itulah terhadap anak-anak seperti ini harus mendapat perlindungan dan perlakuan khusus pula.

Walau sampai saat ini belum ada undang-undang mengatur tentang perlakuan khusus bagi anak-anak yang melakukan perbuatan melanggar hukum namun kebijakan pemidanaan merupakan alternative pemecahan permasalahan. Kebijakan pemidanaan bisa ditempuh dengan berprinsip pada sifat-sifat khusus dari si anak untuk mewujudkan kesejahteraan anak dan kepentingan masyarakat.

Dengan demikian segala aktivitas yang dilakukan dalam rangka peradilan anak ini, apakah itu dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim atau pejabat lainnya harus didasarkan pada suatu prinsip ialah demi kesejahteraan anak dan demi kepentingan anak.

Jadi apakah hakim akan menjatuhkan pidana ataukah tindakan harus didasarkan pada kriterium apa yang paling baik untuk kesejahteraan anak yang bersangkutan, tentunya tanpa mengurangi perhatian pada kepentingan masyarakat. Bila prinsip itu dipegang maka tak ada lagi anak-anak yang terpisah dari sekolahnya, tak ada lagi anak-anak yang terasing dari dunia riilnya. Dengan demikian anak yang melakukan kejahatan diperlakukan sesuai dengan perkembangan jiwa dan moralnya.

Harapan kita semua agar kasus Andang tidak menimpa anak Indonesia lainnya. Sebenarnya Indonesia telah pernah dibuat konsep Rancangan Undang-Undang Tentang Peradilan Anak pada tahun 1967 namun sampai saat ini Rancangan Undang-Undang (RUU) tersebut tidak diketahui dimana rimbanya. Padahal dalam konsep RUU tersebut sudah cukup mengatur tentang perlakuan –perlakuan yang harus diberikan oleh penyidik juga tentang hakim dan pengadilan yang berwenang megadili perkara tersebut.

Sumber: Harian Waspada, 24 Juli 1995
0 Responses