Masih ada HAri Esok

Pada suatu tempat, hiduplah seorang anak. Dia hidup dalam
keluarga yang bahagia, dengan orang tua dan sanak keluarganya.
Tetapi, dia tidak pernah mensyukuri betapa baiknya kehidupan yang dia miliki.
Dia terus bermain, menggangu sanak keluarganya kalau mereka tidak mau bermain apa
yang dia ingin main.
Tetapi, ketika dia mau minta maaf, dia selalu berkata,
"Tidak apa-apa, besok kan bisa."

Ketika agak besar, sekolah sangat menyenangkan baginya.
Dia belajar, mendapat teman, dan sangat bahagia.
Tetapi, dia nggak pernah mensyukurinya.
Semua begitu saja dijalaninya sehingga dia anggap semua sudah sewajarnya.
Suatu hari, dia berkelahari dengan teman baiknya.
Walaupun dia tahu itu salah, tapi tidak tidak pernah mengambil inisiatif
untuk minta maaf dan berbaikan dengan teman baiknya.
Alasan dia,
"Tidak apa-apa, besok kan bisa."

Ketika dia agak besar, teman baiknya tadi bukanlah temannya lagi.
Walaupun dia masih sering melihat temannya itu, tapi mereka tidak pernah saling tegur. Tapi itu bukanlah masalah, karena dia
masih punya banyak teman baik yang lain.
Dia dan teman-temannya hampir melakukan segala sesuatu bersama-sama,
makan, main, kerjakan PR, dan jalan-jalan.
Ya, mereka semua teman-temannya yang paling baik.

Setelah lulus, kerja membuatnya sibuk.
Dia ketemu seorang cewek yang sangat cantik dan baik dan segera dia menjadi pacarnya.
Dia begitu sibuk dengan kerjanya,
karena dia ingin dipromosikan ke posisi paling tinggi dalam waktu yang sesingkat mungkin.

Tentu, dia rindu sama teman-temannya.
Tapi dia tidak pernah lagi menghubungi mereka, bahkan lewat telepon.
Dia selalu berkata,
"Ah, aku capek, besok saja aku hubungi mereka."
Ini tidak terlalu mengganggu dia karena dia punya teman-teman sekerja
yang selalu mau diajak keluar.

Jadi, waktu pun berlalu, dia lupa sama sekali untuk menelepon teman-temannya.
Setelah dia menikah dan punya anak,
dia bekerja lebih keras agar dapat membahagiakan keluarganya.
Dia tidak pernah lagi membeli bunga untuk istrinya,
atau pun mengingat hari ulang tahun istrinya dan juga hari pernikahan mereka.
Tapi, itu tidak masalah baginya, karena istrinya selalu mengerti dia,
dan tidak pernah menyalahkannya.
Tentu, kadang-kadang dia merasa bersalah
dan sangat ingin punya kesempatan untuk mengatakan pada istrinya
"Aku cinta kamu", tapi dia tidak pernah melakukannya.
Alasan dia
"Tidak apa-apa, saya pasti besok akan mengatakannya."
Dia tidak pernah sempat datang ke pesta ulang tahun anak-anaknya,
tapi dia tidak tahu ini akan berpengaruh pada anak-anaknya.
Anak-anak mulai menjauhinya,
dan tidak pernah benar-benar menghabiskan waktu mereka dengan ayahnya.

Suatu hari, kemalangan datang ketika istrinya tewas dalam kecelakaan.
Dia ditabrak lari. Tapi hari itu, dia sedang ada rapat.
Dia tidak sadar bahwa itu kecelakaan yang fatal,
dia baru datang saat istrinya akan dijemput maut.
Sebelum sempat berkata "Aku cinta kamu", istrinya meninggal.

Laki-laki itu remuk hatinya dan mencoba mencari menghibur diri
melalui anak-anaknya setelah kematian istrinya.
Tapi, dia baru sadar anak-anaknya tidak pernah mau berkomunikasi dengannya.
Segera, anak-anaknya dewasa dan membangun keluarganya masing-masing.
Tidak ada yang peduli sama orang tua ini
yang di masa lalunya tidak pernah meluangkan waktunya untuk mereka.

Dia pindah ke rumah jompo yang terbaik,
yang menyediakan pelayanan sangat baik dengan uang yang dia simpan
untuk perayaan pernikahan ke 50, 60, dan 70 dia dan istrinya.
Semua uang itu sebenarnya untuk dipakai pergi ke Hawaii, New Zealand,
dan negara-negara lain,
tapi kini dipakai untuk membayar biaya tinggal dia di rumah jompo tersebut.

Sejak itu sampai dia meninggal, hanya ada orang-orang tua dan suster yang merawatnya.
Dia kini merasa sangat kesepian, perasaan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
Saat dia mau meninggal, dia memanggil seorang suster dan berkata padanya,
"Ah, andai saja aku menyadari ini dari dulu...."
Dan dia meninggal dengan airmata di pipinya.

Apa yang saya ingin coba katakan pada kamu,
waktu itu nggak pernah berhenti.
Kamu terus maju dan maju, sebelum kamu sadar itu, kamu telah maju terlalu jauh.
Jika kamu pernah bertengkar, segera berbaikanlah!

Jika kamu merasa ingin mendengar suara teman kamu,
jangan ragu-ragu untuk meneleponnya segera.

Terakhir, tapi ini yang paling penting,
jika kamu merasa kamu ingin bilang sama seseorang bahwa kamu sayang dia,
jangan tunggu sampai terlambat.
Jika kamu terus pikir bahwa kamu lain hari baru akan memberitahu dia,
hari ini tidak pernah akan datang.
Jika kamu selalu pikir bahwa besok akan datang,
maka "besok" akan pergi begitu cepatnya
hingga kamu baru sadar waktu telah meninggalkanmu.

anonim,

^Tentang Kita^

Musuh utama manusia adalah dirinya sendiri
Kegagalan terutama manusia adalah kesombongan
Kebodohan terutama manusia adalah sifat menipu
Kesedihan terutama manusia adalah iri hati
Kesalahan terutama manusia adalah mencampakkan dirinya dan orang lain
Sifat manusia yang terkasih adalah rendah hati
Sifat manusia yang paling diuji adalah semangat dan keuletannya
Kehancuran terbesar manusia adalah rasa keputusasaan
Harta terutama manusia adalah kesehatan
Hutang terbesar manusia adalah hutang budi
Hadiah terutama manusia adalah sifat lapang dada dan mau memaafkan
Kekurangan terbesar manusia adalah sifat berkeluh kesah dan tidak memiliki kebijaksanaan
Ketenteraman dan kedamaian terutama manusia adalah suka berdana dan beramal


"Segala pekerjaan mudah untuk dilakukan kecuali satu hal ......
memahami orang lain dan menerima keberadaannya tanpa mempersoalkan"kekurangannya"

"Sebagaimana diri kita, demikian pula makhluk lain, sebagaimana makhluk lain,
demikian pula iri kita.
Dengan memikirkan mereka, dengan membandingkan mereka, tidak seharusnya kita
saling berselisih, bertengkar dan membunuh atau menyebabkan hal itu."

"Kulihat saudaraku dengan mikroskop kritik dan kubilang sungguh jahat
saudaraku itu, kulihat lagi ia dengan teleskop hina dan kubilang
alangkah kecilnya ia, kemudian kupandang ia dengan cermin kebenaran,
alangkah miripnya ia dengan aku."

KEhidupan,,,

Ucapan terindah adalah ALLAH

Media terbaik adalah AL-QURAN

Pemimpin terbaik adalah RASULULLAH

LAgu yang merdu adalah ADZAN

Kebersihan yang menyejukan adalah WUDHU

Diet yang sempurna adalah PUASA

Perbuatan yang baik adalah ZAKAT

Pemborosan yang paling baik adalah SEDEKAH

Perjalanan yang paling indah adalah HAJI

Khayalan yang paling baik adalah INGAT AKAN DOSA-DOSA dan TAUBAT

Senyum, Harta Termahal

Ia tersenyum pada lelaki tak dikenal yang murung itu.

Senyum itu tampaknya membuat perasaannya lebih baik.

Lelaki itu teringat kebaikan seorang temannya dulu dan menyuratinya untuk berterima kasih.

Temannya sangat senang menerima surat itu sehingga ia meninggalkan tip besar saat makan siang.

Si pelayan, terkejut melihat jumlah tip itu, mempertaruhkan semuanya mengikuti firasatnya.

Besoknya ia mengambil uang yang dimenangkannya, dan memberikan sebagian pada lelaki di jalan.

Lelaki di jalan itu merasa bersyukur; karena sudah dua hari ia tak makan.

Setelah ia selesai makan, ia pulang ke kamarnya yang sempit dan kumuh. (Ia tak tahu pada waktu itu bahwa ia mungkin akan menemui ajal).

Dalam perjalanan ia memungut anak anjing yang kedinginan dan membawanya ke rumah supaya hangat.

Anak anjing itu sangat bersyukur tak lagi di luar didera badai.
Malamnya rumah itu terbakar.

Anak anjing itu menggonggong memberi peringatan.

Ia menggonggong hingga seluruh isi rumah terbangun dan menyelamatkan semua orang dari bahaya.

Salah satu anak yang diselamatkannya tumbuh dewasa menjadi Presiden.

Semua ini karena sebuah senyum yang tak membutuhkan uang satu sen pun.


Prosa di atas ditulis oleh seorang ABG dan dimuat dalam sebuah buku apik. Prosa ini menggambarkan bagaimana sebuah senyum dapat menyelamatkan hidup banyak orang dan menumbuhkan rasa percaya diri yang menyenangkan.

Pernahkah Anda melihat wajah orang yang tidak pernah tersenyum? Bagaimana perasaan Anda? Yang pasti, apa pun perasaan kita, pada dasarnya, memandang wajah orang yang tidak mau tersenyum amatlah menjengkelkan. Ini tidak berarti kita harus terus senyum-senyum sendiri di mana-mana. Namun, alangkah berbedanya bila sudut bibir kita tertarik ke atas dan bukannya turun ke bawah.

Bila sudut bibir kita tertarik ke atas, wajah kita akan lebih nampak cerah dan membuat orang-orang di sekeliling kita merasa aman. Sebaliknya, bila sudut bibir kita turun ke bawah, maka seluruh rona muka kita akan tampak kusut dan membuat orang-orang di sekeliling kita enggan mendekat. Bisa saja orang beranggapan, "Orang itu judes. Orang itu jahat. Orang itu galak. Orang itu menyeramkan."

Senyum menunjukkan keramahan yang terpancar dari dalam. Selain itu, senyum juga melegakan hati diri sendiri. Dengan tersenyum, kita akan merasa lebih santai dan jauh dari perasaan tegang. Kita memerlukan senyum, bukan hanya untuk membahagiakan orang lain, melainkan juga untuk menenangkan hati kita sendiri. Senyum selalu memiliki arti keindahan, ketenangan, kedamaian dan kasih sayang. Apa pun yang sedang kita alami saat ini -susah atau senang, santai atau tegang-berusahalah untuk tetap tersenyum. Tersenyumlah memandang semua hari-hari kita dan rasakan keramahan itu tidak hanya kita dapatkan dari luar pribadi kita, melainkan dari dalam diri kita sendiri.

Cukup banyak kejahatan, kekerasan dan angkara murka yang terjadi di sekeliling kita. Semua itu disebabkan karena banyak orang yang enggan untuk mengakui kekurangan dan kelemahan dirinya. Semua orang enggan untuk bersikap ramah terhadap diri sendiri (merasa selalu benar), dan akibatnya, manusia enggan pula bersikap ramah pada sesamanya. Tak ada lagi senyum yang tersungging di bibir. Apakah kita juga ingin menyemarakkan suasana penuh kekerasan dan tanpa keramahan ini?

Dengan situasi yang makin memburuk sekarang ini, nampaknya senyum telah menjadi harta yang mahal harganya. Senyum makin langka dan makin sulit dicari. Kekristenan selalu mengajarkan kasih. Dalam kasih selalu ada senyum keramahan. Dalam senyum keramahan, tak ada kekerasan dan angkara murka. Adakah kita mau tersenyum dan mengembalikan kedamaian dunia melalui kasih Allah dalam hidup kita?

5 Menara

Orang berilmu dan beradab tidak akan tdiam dikampung halaman
Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
Merantaulah,kau akan dapatkan pengganti dari kerabat dan kawan
Berlelah-lelahlah, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang

Aku melihat air menjadi rusak karena diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih,jika tidak, kan keruh menggenang

Singa jika tak tinggalkan sarang tak akan dapat mangsa
Anak panah jika tidak tinggalkan busur tak akan kena sasaran

Jika matahari diorbitnya tidak bergerak dan terus diam
Tentu manusia bosan padanya dan enggan memandang

Bijih emas bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang
Kayu gaharu tak ubahnya seperti kayu biasa
jika didalam hutan.


Iman Syafii

Penanganan Autisme

Sebagai warga negara Indonesia, meski belum ada data terbaru mengenai penderita gangguan autis, kita patut berbangga karena penanganan penderita gangguan Autis mendapat perhatian serius dari pemerintah. Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari pun berjanji untuk membentuk Therapy Center Autis. Pemerintah juga merencanakan untuk meluncurkan berbagai paket berupa buku, VCD, poster dan checklist pendeteksi dini autisme.

Terapis sekaligus psikolog, Tri Gunatri OTR, S.Psi yang dipercaya menukis paket-paket tersebut merencanakan untuk menyebarluaskannya ke seluruh pelosok Indonesia. Selain itu, berbagai tempat dan website juga banyak yang memberikan layanan untuk mempelajari tentang autisme.


Sebut saja Rehabilitasi Medis FKUI, atau Yayasan Autisme Indonesia di bilangan Cipinang Kebembem I. Atau lembaga yang dimiliki oleh pihak asing seperti London School of Public Relations, The Centre for Autism Awareness.

Berikut data lengkap tempat dan website yang dapat dijadikan sumber :

• Rehabilitasi Medis FKUI
Telp : (021) 3928222
• Yayasan Autisme Indonesia
Jl. Cipinang Kebembem I No.6 RT 014/124 Jakarta 13230
Telp : (021) 4751086
• Yamet
Jl. H. Ismail No.15 B
Kompleks Taman Cilandak, Jakarta Selatan
Telp : (021) 7659839 / klik www.friendster.com/klinikyamet atau facebook klinik yamet
• Linguistic Council Indonesia
Menara Kuningan Unit F2
Jl. HR. Rasuna Said, Blok X-7 kav. V, Jakarta
Telp : (021) 30015796, 33006177
• London School of Public Relations, The Centre for Autism Awareness
Sudirman Park
Jl. KH. Mas Mansyur, kav.35 Jakarta 10220
Telp : (021) 57943751
www.lspr.edu/csr/autismawareness
• Saint Clare-school for Special Needs Chilfdren
www.saintclare.com.sg
• Shining Stars Center, Jakarta
www.shiningstars.co.id
• Rumah Autis
Jl. Al-Husna No. 39 A-B Jatikramat, Jakarta
Telp : (021) 70982239
www.rumahautis.blogspot.com

sumber: boleh.com

Autisme dan masa depan

Meski memiliki gangguan dalam perkembangan otak serta pergaulan, bukan berarti penderita Autis mutlak tidak memiliki masa depan. Kesempatan untuk sembuh total dan memperoleh pendidikan yang sama, selalu dimiliki oleh penderita autis. Namun semua itu memang dibutuhkan suatu tahapan, atau harus melalui layanan pendidikan khusus.

Layanan yang dimaksud adalah layanan pendidikan awal yang terdiri dari Program Terapi Intervensi Dini dan Program Terapi Penunjang, untuk kemudian berlanjut ke kelas transisi. Di kelas inilah nantinya kemampuan, potensi, dan minat anak akan digali dan dikembangkan. Kelas ini juga dapat menjadi persiapan untuk mengikuti pendidikan di SD Reguler nantinya.
Untuk dapat mengikuti sekolah reguler ini juga memiliki persyaratan terlebih dahulu. Diantaranya adalah anak autis tersebut sudah memuiliki kemampuan untuk berkomunikasi sevara verbal dan juga dapat melakukan kontak mata. Hingga akhirnya anak autis dapat mengikuti kelas umum bersama guru umum yang tentunya sudah diberikan pelatihan.

Untuk anak autis yang masih memiliki tingkatan yang tinggi, tidak menutup kemungkinan mereka akan didampingi oleh seorang therapist, atau biasa disebut shadow teacher (Guru Bayangan).

Berikut beberapa sekolah yang menerima siswa autis di Jakarta dan Bogor :
1. SDN Bendungan Hilir Pagi, Jakarta Pusat
2. SDN Johar Baru 29 Pagi, Jakarta Pusat
3. SDN Cempaka Putih Barat 16 Pagi, Jakarta Pusat
4. SDN Pluit 06 Petang, Jakarta Utara
5. Sekolah Al Fath, Jakarta Timur
6. Sekolah Cikal, Jakarta Selatan
7. High Scope, Jakarta Selatan
8. Sekolah Mutiara Indonesia, Jakarta Selatan
9. Sekolah Global Jaya, Bintaro, Tangerang
10. SD Madania Parung, Bogor

sumber: boleh.com

Retardasi Mental

Dewasa ini anak-anak penderita retardasi mental mulai dapat dideteksi semenjak usia 3-4 tahun atau sesudah dilakukan evaluasi dengan test Kecerdasan Intelektual (IQ). Adapun test IQ yang ada saat ini hanya diperuntukkan bagi anak yang berusia di atas usia 3 tahun. Sampai sekarang belum ditemukan metode pengukuran IQ bagi anak-anak berusia di bawah 3 tahun. Jika anak-anak penderita retardasi mental dapat dideteksi sebelum berusia 3 tahun, rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin sebelum otak berkembang sempurna Sehingga kemungkinan untuk pulih akan semakin besar dan kemampuan anakpun akan dapat ditingkatkan.
Riset ini bertujuan mendeteksi anak-anak penderita retardasi mental pada usia 6 hingga 12 bulan dengan menganalisa ekspresi wajah mereka setelah diperlihatkan foto-foto tertentu.

Metode dilakukan dengan menganalisa pada ekspresi wajah anak-anak, lalu mengkategorikan anak-anak yang memiliki otak yang dapat bereaksi normal dan anak-anak yang memiliki masalah dalam menangkap informasi tertentu yang datang ke otak. Juga dilakukan evaluasi terhadap efektifitas otak anak dengan menghitung waktu respon yang timbul setelah anak melihat gambar-gambar foto tertentu. Semakin pendek waktu respon yang timbul semakin cepat kerja otak dalam mengolah informasi yang masuk. Sebaliknya semakin panjang waktu respon yang ada terdapat kemungkinan otak mempunyai masalah dalam mengolah suatu informasi. Sebagai obyek, 20 orang anak-anak Jepang yang terdiri dari 10 anak-anak laki-laki dan 10 anak-anak perempuan. Usia berkisar antara 6 bulan hingga 12 bulan. Gambar Foto Wajah dipilih 12 gambar foto wajah tertentu yang berukuran 512 x 512 pixel. Ke-12 gambar foto tersebut terdiri dari 4 foto dari ibu anak (Mother), 4 foto dari wanita yang tidak dikenal anak (Unknown Woman), dan 4 foto lagi dari gabungan (Combination) wajah ibu dan wanita yang tidak dikenal anak tersebut.

Kategori ekspresi wajah terdiri dari kategori positif yaitu wajah tanpa ekspresi (expressionless) dan wajah dengan ekspresi senang (Smile Face). Adapun kategori negatif adalah wajah dengan ekspresi marah (Anger Face) dan wajah dengan ekspresi terkejut (Surprise Face). Metode Percobaan yang dilakukan adalah Pertama, mendudukan obyek pada pangkuan ibunya yang duduk di depan layar monitor. Kemudian kami tampilkan gambar feedback dari obyek (feedback image) agar obyek dapat memusatkan perhatiannya pada layar monitor. Setelah perhatian obyek terpusat pada layar monitor, kami akan menampilkan foto wajah (Face Picture Image) selama 3 detik. Setelah foto wajah hilang dari layar monitor kembali akan tampak gambar feedback dari obyek(Feedback Image). Percobaan ini diulang selama 24 kali.Selama percobaan berlangsung obyek terus di rekam dengan menggunakan kamera video yang mana rekaman ini akan digunakan pada proses analisa.

Pada percobaan ini dilakukan 2 analisa sebagai berikut:
Analisa pada ekspresi wajah berdasarkan pada gerakan dasar otot wajah (aksi satuan unit) dengan sintesis pada gerakan yang timbul di alis, mata, pipi dan mulut. Analisa pada perhitungan waktu yang timbul sejak melihat gambar hingga timbul perubahan ekspresi pada wajah ( waktu
respon).

Dari hasil analisa yang pertama, dapat di dikategorikan dan dipisahkan anak-anak yang memiliki otak yang dapat bekerja dengan normal dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam mengamati ekspresi wajah seseorang. Data-data yang ada pada analisa ini menunjukkan bahwa dengan memperlihatkan gambar foto wajah yang bermacam-macam dan juga yang memiliki ekspresi wajah yang berlainan ekspresi yang timbul pada wajah anak juga berlainan. Kemudian dari analisa yang kedua, dapat dievaluasi efektifitas dari otak dengan melakukan pengukuran pada waktu respon. Yang mana semakin pendek waktu respon menunjukkan semakin baik otak
bekerja dalam menerima informasi. Adapun panjangnya waktu respon ini juga dipengaruhi oleh macam gambar foto dan bentuk ekspresi wajah yang dilihat.

Dari hasil risetini disimpulkan bahwa anak-anak mudah menangkap pesan atau informasi yang tersirat pada wajah dari sumber yang mereka kenal seperti dari ibu mereka dibandingkan dari sumber yang asing bagi mereka. Juga disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin dan umur juga mempengaruhi ekspresi wajah yang muncul dan juga waktu respon. Berdasarkan hasil riset ini. disarankan agar aksi satuan unit pada gerakan dasar otot wajahdan waktu respon dapat dipakai sebagai acuan pengukuran semacam parameter pada test IQ yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan intelektual anak. Akhirnya, dengan menginstal acuan pengukuran pada jaringan komputer diharapkan agar setiap ibu memiliki kesempatan untuk mengukur tingkat kecerdasan intelektual dari anak-anak mereka.

Diagnosa, Pengobatan Keterbelakangan Mental

Diagnosa
Seorang anak RM menunjukkan perkembangan yang secara signifikan lebih lambat dibandingkan dengan anak lain yang sebaya.

Tingkat kecerdasan yang berada dibawah rata-rata bisa dikenali dan diukur melalui tes kecerdasan standar (tes IQ), yang menunjukkan hasil kurang dari 2 SD (standar deviasi) dibawah rata-rata (biasanya dengan angka kurang dari 70, dari rata-rata 100).

PENGOBATAN
Tujuan pengobatan yang utama adalah mengembangkan potensi anak semaksimal mungkin.
Sedini mungkin diberikan pendidikan dan pelatihan khusus, yang meliputi pendidikan dan pelatihan kemampuan sosial untuk membantu anak berfungsi senormal mungkin.
Pendekatan perilaku sangat penting dalam memahami dan bekerja sama dengan anak RM.

PENCEGAHAN
Konsultasi genetik akan memberikan pengetahuan dan pengertian kepada orang tua dari anak RM mengenai penyebab terjadinya RM.

Vaksinasi MMR secara dramatis telah menurunkan angka kejadian rubella (campak Jerman) sebagai salah satu penyebab RM.

Amniosentesis dan contoh vili korion merupakan pemeriksaan diagnostik yang dapat menemukan sejumlah kelainan, termasuk kelainan genetik dan korda spinalis atau kelainan otak pada janin.
Setiap wanita hamil yang berumur lebih dari 35 tahun dianjurkan untuk menjalani amniosentesis dan pemeriksaan vili korion, karena mereka memiliki resiko melahirkan bayi yang menderita sindroma Down.
USG juga dapat membantu menemukan adanya kelainan otak.
Untuk mendeteksi sindroma Down dan spina bifida juga bisa dilakukan pengukuran kadar alfa-protein serum.
Diagnosis RM yang ditegakkan sebelum bayi lahir, akan memberikan pilihan aborsi atau keluarga berencana kepada orang tua.

Tindakan pencegahan lainnya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya RM:
Genetik
Penyaringan prenatal (sebelum lahir) untuk kelainan genetik dan konsultasi genetik untuk keluarga-keluarga yang memiliki resiko dapat mengurangi angka kejadian RM yang penyebabnya adalah faktor genetik.

Sosial
Program sosial pemerintah untuk memberantas kemiskinan dan menyelenggarakan pendidikan yang baik dapat mengurangi angka kejadian RM ringan akibat kemiskinan dan status ekonomi yang rendah.

Keracunan
Program lingkungan untuk mengurangi timah hitam dan merkuri serta racun lainnya akan mengurangi RM akibat keracunan.

Meningkatkan kesadaran masyarakat akan efek dari pemakaian alkohol dan obat-obatan selama kehamilan dapat mengurangi angka kejadian RM.

Infeksi
Pencegahan rubella kongenitalis merupakan contoh yang baik dari program yang berhasil untuk mencegah salah satu bentuk RM.

Kewaspadaan yang konstan (misalnya yang berhubungan dengan kucing, toksoplasmosis dan kehamilan), membantu mengurangi RM akibat toksoplasmosis.

Keterbelakangan Mental

Keterbelakangan Mental (Retardasi Mental, RM) adalah suatu keadaan yang ditandai dengan fungsi kecerdasan umum yang berada dibawah rata-rata disertai dengan berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri (berpelilaku adaptif), yang mulai timbul sebelum usia 18 tahun.

Orang-orang yang secara mental mengalami keterbelakangan, memiliki perkembangan kecerdasan (intelektual) yang lebih rendah dan mengalami kesulitan dalam proses belajar serta adaptasi sosial.
3% dari jumlah penduduk mengalami keterbelakangan mental.

PENYEBAB
Tingkat kecerdasan ditentukan oleh faktor keturunan dan lingkungan.
Pada sebagian besar kasus RM, penyebabnya tidak diketahui; hanya 25% kasus yang memiliki penyebab yang spesifik.

Secara kasar, penyebab RM dibagi menjadi beberapa kelompok:

Trauma (sebelum dan sesudah lahir)
Perdarahan intrakranial sebelum atau sesudah lahir
Cedera hipoksia (kekurangan oksigen), sebelum, selama atau sesudah lahir
Cedera kepala yang berat

Infeksi (bawaan dan sesudah lahir)
  • Rubella kongenitalis
  • Meningitis
  • Infeksi sitomegalovirus bawaan
  • Ensefalitis
  • Toksoplasmosis kongenitalis
  • Listeriosis
  • Infeksi HIV

Kelainan kromosom
  • Kesalahan pada jumlah kromosom (Sindroma Down)
  • Defek pada kromosom (sindroma X yang rapuh, sindroma Angelman, sindroma Prader-Willi)
  • Translokasi kromosom dan sindroma cri du chat

Kelainan genetik dan kelainan metabolik yang diturunkan
  • Galaktosemia
  • Penyakit Tay-Sachs
  • Fenilketonuria
  • Sindroma Hunter
  • Sindroma Hurler
  • Sindroma Sanfilippo
  • Leukodistrofi metakromatik
  • Adrenoleukodistrofi
  • Sindroma Lesch-Nyhan
  • Sindroma Rett
  • Sklerosis tuberosa

Metabolik
  • Sindroma Reye
  • Dehidrasi hipernatremik
  • Hipotiroid kongenital
  • Hipoglikemia (diabetes melitus yang tidak terkontrol dengan baik)


Keracunan
  • Pemakaian alkohol, kokain, amfetamin dan obat lainnya pada ibu hamil
  • Keracunan metilmerkuri
  • Keracunan timah hitam

Gizi
  • Kwashiorkor
  • Marasmus
  • Malnutrisi

Lingkungan
  • Kemiskinan
  • Status ekonomi rendah
  • Sindroma deprivasi.

GAKY, Penyebab Retardasi Mental

GAKY, Penyakit Penyebab Retardasi Mental


“Gangguan Akibat Kekurangan Yodium” GAKY merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan retardasi mental, namun sebelumnya sangat mudah dicegah. Penyakit ini bisa disebut defisiensi yodium atau kekurangan yodium. Penyakit ini sangat sedikit diketahui oleh masyarakat dan mungkin masih merupakan problem yang ditelantarkan. Saat ini diperkirakan 1,6 miliar penduduk dunia mempunyai risiko kekurangan yodium, dan 300 juta menderita gangguan mental akibat kekurangan yodium. Kira-kira 30.000 bayi lahir mati setiap tahun, dan lebih dari 120.000 bayi kretin, yakni retardasi mental, tubuh pendek, bisu tuli atau lumpuh.

Sebagian besar dari mereka mempunyai IQ sepuluh poin di bawah potensinya. Di antara mereka yang lahir normal, dengan konsumsi diet rendah yodium akan menjadi anak yang kurang intelegensinya, bodoh, lesu dan apatis dalam kehidupannya. Sehingga, kekurangan yodium akan menyebabkan masyarakat miskin dan tidak berkembang, sementara pada anak menyebabkan kesulitan belajar.

Risiko itu karena kekurangan yodium dalam dietnya, dan berpengaruh pada awal perkembangan otaknya. Yodium merupakan elemen yang sangat penting untuk pembentukan hormon tiroid.

Hormon itu sangat diperlukan untuk pertumbuhan normal, perkembangan mental dan fisik, baik pada manusia maupun hewan.

Efek yang sangat dikenal orang akibat kekurangan yodium adalah gondok, yakni pembesaran kelenjar tiroid di daerah leher.

Di Indonesia telah diadakan penelitian pada anak sekolah dasar antara tahun 1980-1982 di 26 provinsi, didapatkan prevalensi goiter lebih dari 10% pada 68,3% dari 966 kecamatan yang diperiksa, dan di beberapa desa lebih dari 80% penduduknya dengan gondok.

Pada tahun 1998 dilakukan pemeriksaan terhadap 46.000 anak sekolah dari 878 kecamatan yang telah diseleksi pada tahun 1980-1982, dibandingkan data terdahulu prevalensi gondok yang terlihat (visible goiter prevalences) menurun sekitar 37,2 sampai 50%.

Tahun 1991, dilakukan survei di Indonesia bagian Timur (Maluku, Irian Jaya, NTT, Timor Timur) pada 29.202 anak sekolah dan 1749 ibu hamil, didapatkan gondok pada anak sekolah 12-13% dan ibu hamil 16-39%.

Kemudian pada tahun 1996, dilakukan survei di 6 propinsi, didapatkan gondok 3,1-5 %, di Maluku 33%.

Pada tahun 1998, mulai ada Thyro Mobile, yang memproses data ukuran kelenjar gondok dan kadar yodium dalam urin.

Berdasarkan data survei pada tahun 1980-1982, diperkirakan 75.000 menderita kretin, 3,5 juta orang dengan gangguan mental, bahkan di beberapa desa 10-15% menderita kretin.

Dari data hasil penelitian pada anak sekolah dasar, maka pengertian tentang kekurangan yodium sudah jauh dari hanya menyebabkan gondok saja. Yakni menyebabkan pada tumbuh kembang anak, termasuk perkembangan otaknya, sehingga istilahnya saat ini disebut sebagai “Gangguan Akibat Kekurangan Yodium” atau disingkat GAKY.

Ekologi Kekurangan Yodium
Sebagian besat yodium berada di samudra/lautan, karena yodium (melalui pencairan salju dan hujan) pada permukaan tanah, kemudian dibawa oleh angin, aliran sungai, dan banjir ke laut. Kondisi ini, terutama di daerah yang bergunung-gunung di seluruh dunia, walau dapat juga terjadi di lembah sungai.

Yodium yang berada di tanah dan lautan dalam bentuk yodida. Ion yodida dioksidasi oleh sinar matahari menjadi elemen yodium yang sangat mudah menguap, sehingga setiap tahun kira-kira 400.000 ton yodium hilang dari permukaan laut. Kadar yodium dalam air laut kira-kira 50 mikrogram/liter, di udara kira-kira 0,7 mikrogram/meter kubik.

Yodium yang berada dalam atmosfer akan kembali ke tanah melalui hujan, dengan kadar dalam rentang 1,8-8,5 mikrogram/liter. Siklus yodium tersebut terus berlangsung selama ini.

Kembalinya yodium ke tanah sangat lambat dan dalam jumlah sedikit dibandingkan saat lepasnya. Proses ini akan berulang terus menerus sehingga tanah yang kekurangan yodium tersebut akan terus berkurang kadar yodiumnya.

Disini tidak ada koreksi alamiah, dan defisiensi yodium akan menetap. Akibatnya, populasi populasi manusia dan hewan di daerah tersebut yang sepenuhnya tergantung pada makanan yang tumbuh di daerah tersebut akan menjadi kekurangan yodium.

Melihat hal tersebut maka sangat banyak populasi di Asia yang menderita kekurangan yodium berat karena mereka hidup dalam sistem mencari nafkah dengan bertani di daerah gunung atau lembah.

Kekurangan yodium akan menimpa populasi di daerah tersebut yang dalam makanannya tidak ada suplemennya yodium atau tidak ada penganekaragaman dalam makanannya dengan makanan dari daerah lain yang tidak kekurangan yodium.

Akibat Kekurangan Yodium
Istilah GAKY menggambarkan dimensi baru dari pengertian spektrum kekurangan yodium. Berakibat sangat luas dan buruk pada janin bayi baru lahir, anak dan remaja serta orang dewasa dalam populasi yang kekurangan yodium tersebut. Akibat hal itu dapat dikoreksi dengan pemberian yodium.

Kebutuhan Yodium
Kebutuhan yodium setiap hari di dalam makanan yang dianjurkan saat ini adalah :
50 mikrogram untuk bayi (12 bulan pertama)
90 mikrogram untuk anak (usia 2-6 tahun)
120 mikrogram untuk anak usia sekolah (usia 7-12 tahun)
150 mikrogram untuk dewasa (diatas usia 12 tahun)
200 mikrogram untuk ibu hamil dan meneteki.
Ada beberapa pendapat yang salah dan kenyataan yang berbeda. Pendapat yang salah, misalnya, garam beryodium dapat mengobati GAKY seperti kretin, namun kenyataan GAKY tidak dapat diobati kecuali hanya dicegah. Juga pendapat yang salah, bahwa mengkonsumsi yodium sangat berbahaya, kenyataannya mengkonsumsi yodium, melalui garam beryodium dalam jangka lama tidak berbahaya.

Pemecahan Masalah
Pemecahan masalah sebenarnya sangat sederhana, berikan satu sendok yodium pada setiap orang yang membutuhkan, dan terus menerus. Karena yodium tidak dapat disimpan oleh tubuh dalam waktu lama, dan hanya dibutuhkan dalam jumlah sedikit sehingga harus berlangsung terus menerus.

Pada daerah kekurangan yodium endemik akibat tanah dan hasil panen serta rumput untuk makanan ternak tidak cukup kandungan yodiumnya untuk dikonsumsi oleh penduduk setempat, maka suplementasi dan fortifikasi yodium yang diberikan terus menerus sangat tinggi angka keberhasilannya.

Yang paling sering digunakan untuk melawan GAKY adalah program garam beryodium dan suplementasi minyak beryodium.

Pilihan pertama tentunya dengan garam beryodium karena biayanya sangat murah, dan teknologinya mudah. Untuk suplementasi minyak beryodium, keuntungannya praktis, sebaiknya hanya untuk intervensi pada populasi yang berisiko, walaupun mudah pemakaiannya, namun memerlukan teknologi yang lebih ruwet.

Penyuluhan kesehatan secara berkala pada masyarakat perlu dilakukan, demikian juga perlu diberikan penjelasan pada pembuat keputusan, dan tentunya juga diberikan tambahan pengetahuan kepada tenaga kesehatan.

Selanjutnya yang penting juga adalah penelitian tentang GAKY dengan pendekatan multidisiplin, baik klinis, eksperimental maupun epidemiologi, untuk menemukan cara yang terjamin dan mudah penerapannya.

GAKY yang terlihat di masyarakat atau populasi, hanya sebagai puncak gunung es.

Di daerah endemik, gondoklah yang terlihat dari bagian puncak gunung es tersebut, namun efek dari kekurangan yodium yang utama yaitu kerusakan otak merupakan komponen yang tersembunyi dan tidak terlihat dalam tragedi ini.

Sehingga problem dari GAKY ini sebenarnya adalah pada perkembangan otak, tidak hanya pembesaran kelenjar tiroid atau gondok.

Dengan melihat besarnya populasi yang mempunyai risiko seperti diatas, pantas bila GAKY menjadi problem nasional maupun internasional.

Dengan diadakannya pertemuan ilmiah nasional GAKY 2001 yang tema “Perkembangan Mutakhir tentang Masalah GAKY dalam rangka Indonesia Sehat 2010” harapan kita tentunya dapat mendapatkan konsep, pemikiran serta semangat baru dalam menanggulangi GAKY.


Kekurangan Yodium pada Janin
Kekurangan yodium pada janin akibat Ibunya kekurangan yodium. Keadaan ini akan menyebabkan besarnya angka kejadian lahir mati, abortus, dan cacat bawaan, yang semuanya dapat dikurangi dengan pemberian yodium. Akibat lain yang lebih berat pada janin yang kekurangan yodium adalah kretin endemik.

Kretin endemik ada dua tipe, yang banyak didapatkan adalah tipe nervosa, ditandai dengan retardasi mental, bisu tuli, dan kelumpuhan spastik pada kedua tungkai. Sebaliknya yang agak jarang terjadi adalah tipe hipotiroidisme yang ditandai dengan kekurangan hormon tiroid dan kerdil.

Penelitian terakhir menunjukkan, transfer T4 dari ibu ke janin pada awal kehamilan sangat penting untuk perkembangan otak janin. Bilaman ibu kekurangan yodium sejak awal kehamilannya maka transfer T4 ke janin akan berkurang sebelum kelenjar tiroid janin berfungsi.

Jadi perkembangan otak janin sangat tergantung pada hormon tiroid ibu pada trisemester pertama kehamilan, bilamana ibu kekurangan yodium maka akan berakibat pada rendahnya kadar hormon tiroid pada ibu dan janin. Dalam trisemester kedua dan ketiga kehamilan, janin sudah dapat membuat hormon tiroid sendiri, namun karena kekurangan yodium dalam masa ini maka juga akan berakibat pada kurangnya pembentukan hormon tiroid, sehingga berakibat hipotiroidisme pada janin.

Kekurangan Yodium pada Saat Bayi Baru Lahir
Yang sangat penting diketahui pada saat ini, adalah fungsi tiroid pada bayi baru lahir berhubungan erat dengan keadaan otak pada saat bayi tersebut lahir. Pada bayi baru lahir, otak baru mencapai sepertiga, kemudian terus berkembang dengan cepat sampai usia dua tahun. Hormon tiroid pembentukannya sangat tergantung pada kecukupan yodium, dan hormon ini sangat penting untuk perkembangan otak normal.

Di negara sedang berkembang dengan kekurangan yodium berat, penemuan kasus ini dapat dilakukan dengan mengambil darah dari pembuluh darah balik talipusat segera setelah bayi baru lahir untuk pemeriksaan kadar hormon T4 dan TSH. Disebut hipotiroidisme neonatal, bila didapatkan kadar T4 kurang dari 3 mg/dl dan TSH lebih dari 50 mU/mL.

Pada daerah yang kekurangan yodium sangat berat, lebih dari 50% penduduk mempunyai kadar yodium urin kurang dari 25 mg per gram kreatinin, kejadian hiptiroidisme neonatal sekitar 75-115 per 1000 kelahiran. Yang sangat mencolok, pada daerah yang kekurangan yodium ringan, kejadian gondok sangat rendah dan tidak ada kretin, angka kejadian hipotiroidisme neonatal turun menjadi 6 per 1000 kelahiran.

Dari pengamatan ini disimpulkan, bila kekurangan yodium tidak dikoreksi maka hipotiroidisme akan menetap sejak bayi sampai masa anak. Ini berakibat pada retardasi perkembangan fisik dan mental, serta risiko kelainan mental sangat tinggi. Pada populasi di daerah kekurangan yodium berat ditandai dengan adanya penderita kretin yang sangat mencolok.

Kekurangan Yodium pada Masa Anak
Penelitian pada anak sekolah yang tinggal di daerah kekurangan yodium menunjukkan prestasi sekolah dan IQ kurang dibandingkan dengan kelompok umur yang sama yang berasal dari daerah yang berkecukupan yodium. Dari sini dapat disimpulkan kekurangan yodium mengakibatkan keterampilan kognitif rendah. Semua penelitian yang dikerjakan di daerah kekurangan yodium memperkuat adanya bukti kekurangan yodium dapat menyebabkan kelainan otak yang berdimensi luas.

Dalam penelitian tersebut juga dijelaskan, dengan pemberian
koreksi yodium akan memperbaiki prestasi belajar anak sekolah. Faktor penentu kadar T3 otak dan T3 kelenjar hipofisis adalah kadar T4 dalam serum, bukan kadar T3 serum, sebaliknya terjadi pada hati, ginjal dan otot. Kadar T3 otak yang rendah, yang dapat dibuktikan pada tikus yang kekurangan yodium, didapatkan kadar T4 serum yang rendah, akan menjadi normal kembali bila dilakukan koreksi terhadap kekurangan yodiumnya.

Keadaan ini disebut sebagai hipotiroidisme otak, yang akan menyebabkan bodoh dan lesu, hal ini merupakan tanda hipotiroidisme pada anak dan dewasa. Keadaan lesu ini dapat kembali normal bila diberikan koreksi yodium, namun lain halnya bila keadaan yang terjadi di otak. Ini terjadi pada janin dan bayi yang otaknya masih dalam masa perkembangan, walaupun diberikan koreksi yodium otak tetap tidak dapat kembali normal.

Kekurangan Yodium pada Masa Dewasa
Pada orang dewasa, dapat terjadi gondok dengan segala komplikasinya, yang sering terjadi adalah hipotiroidisme, bodoh, dan hipertiroidisme. Karena adanya benjolan/modul pada kelenjar tiroid yang berfungsi autonom. Disamping efek tersebut, peningkatan ambilan kelenjar tiroid yang disebabkan oleh kekurangan yodium meningkatkan risiko terjadinya kanker kelenjar tiroid bila terkena radiasi. (dr Rudy Susanto-35)

Sumber : Suara Merdeka

IQ Normal (Retardasi Mental)

Berapa IQ yang normal.

Seorang anak dikatakan mengalami kondisi mental retardasi berdasarkan angka IQ, yaitu angka intelegensia umur kronologis yang dibandingkan intelegensia umur yang normal pada waktu bersangkutan.
Angka IQ yang normal pada umumnya berkisar diantara 90 s/d 120, sedang diatas angka IQ diatas 120, dinyatakan sebagai angka diatas rata-rata. Sedangkan angka diatas IQ diantara 70 s/d 89 merupakan kelompok yang border line (tidak rata-rata, juga tidak dibawahnya.) Karena bila angkanya dibawah 69 sampai 50 maka kelompok ini dinyatakan sebagai kelompok mental retardasi yang ringan.

Dalam kelompok yang mental retardasi yang ringan ini mereka berada dalam taraf pemahaman penggunaan bahasa cenderung terlambat, termasuk kemampuannya dalam berbicara yang resmi, sehingga akan mengganggu kemandiriannya. Mereka yang menjadi kelompok dengan IQ sebesar 35 -s/d 49 dikelompokkan dalam mental retardasi yang sedang.

Biasanya mereka menunjukkan penampilan kemampuan yang tidak sesuai, dimana tingkat perkembangan bahasa bervariasi ada yang dapat mengikuti percakapan sederhana, ada pula yang tidak. Ada pula yang tidak pernah mampu untuk belajar mempergunakan bahasa, meskipunmungkin mereka dapat mengerti intruksi sederhana dan belajar menggunakan isyarat tangan. Kelompok ini juga sering disebut dengan kelompok imbesil.

Pada mental mental retardasi berat umumnya angka IQ ini berkisar antara 20-s/d34, dimana dalam kategori ini pada umumnya mirip dengan mental retardasi sedang dalam gambaran klinisnya, namun prestasi yang diperlihatkan jauh lebih rendah dibandingkan dengan mental retardasi sedang. Kebanyakan penyandang mental retardasi ini menderita hendaya motorik yang mencolok atau defisit lain yang menyertainya dan kondisi yang seperti ini menunjukkan adanya kerusakan atau penyimpangan perkembangan yang bermakna secara klinis dari susunan syaraf pusat. Bila IQ nya dibawah 20 maka kondisi ini praktis berati penyandang yang bersangkutan sangat terbatas kemampuannya, untuk memahami atau memenuhi intruksi yang diberikan.

Sebagian besar dari mereka tidak dapat bergerak atau sangat terbatas dalam gerakannya. Hanya mampu berkomonikasi nonverbal yang belum sempurna, Mereka hampir-hampir tidak mempunyai kemampuan untuk mengurus dirinya sendiri akan kebutuhan dasarnya, dan mereka senantiasa memerlukan bantuan dan pengawasan. Kelompok ini disebut juga dengan idiot, yang mana pemahaman serta penggunaan bahasa sangat terbatas, paling-paling hanya mengerti perintahdasar dan mengajukan permohonan sederhana. Suatu etiologi organik dapat terjadi pada semua gangguan idiot ini, dan biasanya disertai dengan stabilitas neurologis dan fisik lainnya yang berat yang mempengaruhi mobilitas.

Dari kesemuanya ini, mental retardasi diagnosisnya dapat dibuat setelah riwayat penyakit, pemeriksaan intelektual yang baku, serta pengukuran fungsi adaptif, yang menunjukkan bahwa perilaku anak pada saat sekarang ini adalah secara bermakna dibawah tingkat yang diharapkan. Diagnosis sendiri tidak menyebutkan penyebab ataupun prognosisnya. Suatu riwayat penyakit dan wawancara psikiatrik berguna untuk mendapatkan gambaran longitudinal perkembangan dan fungsi si-anak.

Penyebab terjadinya Retardasi Mental

Ada beberapa faktor penyebab yang dinyatakan sebagai dasar terjadinya retardasi mental, misalnya faktor cedera yang terjadi didalam rahim, saat bayi tersebut masih berbentuk janin. Selain itu dapat pula terjadi cedera pada saat kelahiran (persalinan).

Ada teori lain, menyebutkan adanya variasi somatik yang dikarenakan perubahan fungsi kelenjar internal dari sang ibu selama terjadinya kehamilan, dan hal ini belum diketahui secara lengkap mekanismenya. Selain itu, perlulah diawasi dengan ketat, penyakit-penyakit yang terjadi pada awal masa kanak-kanak, karena hal yang sedemikian itu juga dapat menimbulkan mental retardasi. Disebutkan pula ada sejumlah faktor genetik lainnya yang dapat menimbulkan gangguan mental mental retardasi.

Demikian pula halnya dengan beberapa faktor prenatal yang dialami oleh ibu-ibu yang hamil, misalnya telah sama diketahui bahwa calon ibu-ibu yang mengalami penyakit campak Jerman (Rubella) sering anak yang dikandungnya dikemudian hari akan mengalami gangguan mental retardasi.

Mental Retardasi merupakan ciri yang berkaitan dengan sindroma Down, dan keadaan ini memang agak kurang menyenangkan karena retardasi mental yang sedemikian ini merupakan kelompok retardasi mental dari yang berat sampai pada yang sedang. Jarang mereka dengan keadaan sedemikian ini bisa mencapai IQ sampai dengan 50. Dianogsa sindroma, a Down relatif mudah dibuat pada anak-anak yang lebih besar, namun lebih sukar pada bayi-bayi yang masih kecil.

Sikap Masyarakat tentang Down syndrome

Seseorang yang memiliki defisensi mental (mental retardasi) pada zaman dahulu tidak diperhatikan hak-hak azasinya dan dibiarkan terlantar tanpa ada pengasuhan untuknya. Tentu saja keadaan yang sedemikian ini juga disertai dengan sumpah serapah, bukannya dengan kasih sayang, karena kondisi lahirnya seorang anak yang tidak pernah diharpkan seperti itu.

Malah pada bangsa Spartan dahulu kala, penderita mental retardasi dibuang ketempat yang jauh dari jamahan manusia, dan mereka ditinggalkan begitu rupa. Barulah kemudian disadari, bahwa keadaan tersebut bukanlah yang seperti itu, Artinya mereka itu bukanlah lahir sebagai kutukan.
Dan lucunya, pada abad pertengahan, kurang lebih sekitar abad kesepuluh dan kedua belas penderita mental retardasi disamakan dengan penderita sakit jiwa, dan karena itu, sikap yang diberikan adalah pengasingan dan pengusiran.
Di Perancis, pada abad ke 15 dan ke 16, mulai ada perhatian terhadap penderita mental retardasi, mereka mulai mendapatkan perawatan secara khusus. Mulai dikenal adanya perhatian serta perawatan yang diberikan kepada penderita mental retardasi, dimulai pendekatan ilmiah, setelah sebuah diskusi panjang berdasarkan tulisan dari MarieGaspard, yang berjudul Savage ofAveryon, yaitu cerita tentang seorang anak laki-laki yang berusia 12 tahun,karena ditinggalkan oleh orang tuanya dihutan, sebagai anak yang mengalami mental retardasi, ditinggalkan oleh orang tuanya. Anak tersebut karena ditinggal dihutan, menyebabkan dia tidak berpendidikan, dan menjadi seorang mental retardasidalam taraf idiot. Anak tersebut kemudian setelah diketemukan hidup dalam hutan, akhirnya dicoba untuk dikembangkan, yaitu dengan melakukan pelatihan, namun anak tersebut tetap berada dalam keadaan idiot. hal ini lebih bersebab karena lamanya dia dalam pengasuhan binatang dan bukan oleh manusia selama didalam hutan.

Murid dari gaspard, yaitu Eduard Seguin, mencurahkan hidupnya dalam mengasuh anak-anak yang menderita mental retardasi, yaitu dengan melatih dan mendidik mereka yaitu dalam pelatihan motor-sensoris. Penelitian berikutnya berkembang sedemikian rupa, dan kegiatan tersebut lebih diarahkan untuk melakukan pengembangan dalam melatih anak-anak yang mengalami retardasi mental, dan kemudian dikembangkan berbagai penelitian yang bertujuan untuk mengukur tes intelegensi.

Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan diagnostik

Untuk mendeteksi adanya kelainan pada kromosom, ada beberapa pemeriksaan yang dapat membantu menegakkan diagnosa ini, antara lain:
  • Pemeriksaan fisik penderita
  • Pemeriksaan kromosom
  • Ultrasonograpgy
  • ECG
  • Echocardiogram
  • Pemeriksaan darah (Percutaneus Umbilical Blood Sampling)


Sampai saat ini belum ditemukan metode pengobatan yang paling efektif untuk mengatasi kelainan ini.
Pada tahap perkembangannya penderita Down syndrome juga dapat mengalami kemunduran dari sistim penglihatan, pendengaran maupun kemampuan fisiknya mengingat tonus otot-otot yang lemah. Dengan demikian penderita harus mendapatkan dukungan maupun informasi yang cukup serta kemudahan dalam menggunakan sarana atau fasilitas yang sesuai berkaitan dengan kemunduran perkembangan baik fisik maupun mentalnya.

Pembedahan biasanya dilakukan pada penderita untuk mengoreksi adanya defek pada jantung, mengingat sebagian besar penderita lebih cepat meninggal dunia akibat adanya kelainan pada jantung tersebut. Dengan adanya leukemia akut menyebabkan penderita semakin rentan terkena infeksi, sehingga penderita ini memerlukan monitoring serta pemberian terapi pencegah infeksi yang adekuat.

Pencegahan Down Syndrome

Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.

Down Syndrome tidak bisa dicegah, karena DS merupakan kelainan yang disebabkan oleh kelainan jumlah kromosom. Jumlsh kromosom 21 yang harusnya cuma 2 menjadi 3. Penyebabnya masih tidak diketahui pasti, yang dapat disimpulkan sampai saat ini adalah makin tua usia ibu makin tinggi risiko untuk terjadinya DS.Diagnosis dalam kandungan bisa dilakukan, diagnosis pasti dengan analisis kromosom dengan cara pengambilan CVS (mengambil sedikit bagian janin pada plasenta) pada kehamilan 10-12 minggu) atau amniosentesis (pengambilan air ketuban) pada kehamilan 14-16 minggu.

Gejala Down Syndrome

Gejala yang muncul akibat sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak minimal sampai muncul tanda yang khas.

Penderita dengan tanda khas sangat mudah dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly) dengan bagian anteroposterior kepala mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.

Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics). Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatf pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia, maka sering juga dikenal dengan Mongoloid. Pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa Congenital Heart Disease. kelainan ini yang biasanya berakibat fatal di mana bayi dapat meninggal dengan cepat.

Pada sistim pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia). Apabila anak sudah mengalami sumbatan pada organ-organ tersebut biasanya akan diikuti muntah-muntah. Pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kromosom melalui amniocentesis bagi para ibu hamil terutama pada bulan-bulan awal kehamilan. Terlebih lagi ibu hamil yang pernah mempunyai anak dengan sindrom down atau mereka yang hamil di atas usia 40 tahun harus dengan hati-hati memantau perkembangan janinnya karena mereka memiliki risiko melahirkan anak dengan sindrom down lebih tinggi.

Down Syndrome

Down syndrome merupakan kelainan kromosom yang dapat dikenal dengan melihat manifestasi klinis yang cukup khas.
Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down. Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relative pendek, kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang Mongolia maka sering juga dikenal dengan Mongoloid.
Pada tahun 1970an para ahli dari Amerika dan Eropa merevisi nama dari kelainan yang terjadi pada anak tersebut dengan merujuk penemu pertama kali syndrome ini dengan istilah down syndrome dan hingga kini penyakit ini dikenal dengan istilah yang sama.

Down syndrome merupakan kelainan kromosom yakni terbentuknya kromosom 21 (trisomy 21), Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Kelainan yang berdampak pada keterbelakangan pertumbuhan fisik dan mental anak ini pertama kali dikenal pada tahun 1866 oleh Dr.John Longdon Down.

Implikasi Diagnosa Autisme

Secara historis, diagnosa autisme memiliki persoalan; suatu ketika para ahli dan peneliti dalam bidang autisme bersandarkan pada ada atau tidaknya gejala, saat ini para ahli dan peneliti tampaknya berpindah menuju berbagai karakteristik yang disebut sebagai continuum autism. Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya descriptive approach to diagnosis. Ini adalah suatu pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa sehingga menyertakan observasi-observasi yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri. Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan maupun kesulitan mereka tampak jelas diantara teman-teman sebaya mereka yang ‘normal’.

Persoalan lain yang mempengaruhi keakuratan suatu diagnosa seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para orang tua.
Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya, kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri anak sendiri.

Bagi para orang tua dan keluarga sendiri perlu juga dicatat bahwa gejala autisme bersifat individual; akan berbeda satu dengan lainnya meskipun sama-sama dianggap sebagai low functioning atau dianggap sebagai high functioning. Membutuhkan kesabaran untuk menghadapinya dan konsistensi untuk dalam penanganannya sehingga perlu disadari bahwa bahwa fenomena ini adalah suatu perjalanan yang panjang. Jangan berhenti pada ketidakmampuan anak tetapi juga perlu menggali bakat-bakat serta potensi-potensi yang ada pada diri anak. Sebagai inspirasi kiranya dapat disebutkan beberapa penyandang autisme yang mampu mengembangkan bakat dan potensi yang ada pada diri mereka,
misalnya: Temple Grandine yang mampu mengembangkan kemampuan visual dan pola berpikir yang sistematis sehingga menjadi seorang Doktor dalam bidang peternakan, Donna William yang mampu mengembangkan kemampuan berbahasa dan bakat seninya sehingga dapat menjadi seorang penulis dan seniman, Bradley Olson seorang mahasiswa yang mampu mengembangkan kemampuan kognitif dan kebugaran fisiknya sehingga menjadi seorang pemuda yang aktif dan tangkas dan mungkin masih banyak nama-nama lain yang dapat menjadi sumber inspirasi kita bersama. Pada akhirnya, sebuah label dari suatu diagnosa dapat dikatakan berguna bila mampu memberikan petunjuk bagi para orang tua dan pendidik mengenai kondisi alamiah yang benar dari seorang anak. Label yang menimbukan kebingungan dan ketidakpuasan para orang tua dan pendidik jelas tidak akan membawa manfaat apapun.

Terapi bagi Individu dengan Autisme

Beberapa jenis terapi bersifat tradisional dan telah teruji dari waktu ke waktu sementara terapi lainnya mungkin baru saja muncul. Tidak seperti gangguan perkembangan lainnya, tidak banyak petunjuk treatment yang telah dipublikasikan apalagi prosedur yang standar dalam menangani autisme. Bagaimanapun juga para ahli sependapat bahwa terapi harus dimulai sejak awal dan harus diarahkan pada hambatan maupun keterlambatan yang secara umum dimiliki oleh setiap anak autis, misalnya; komunikasi dan persoalan-persolan perilaku. Treatment yang komprehensif umumnya meliputi; Terapi Wicara (Speech Therapy), Okupasi Terapi (Occupational Therapy) dan Applied Behavior Analisis (ABA) untuk mengubah serta memodifikasi perilaku.

Berikut ini adalah suatu uraian sederhana dari berbagai literatur yang ada dan ringkasan penjelasan yang tidak menyeluruh dari beberapa treatment yang diakui saat ini. Menjadi keharusan bagi orang tua untuk mencari tahu dan mengenali treatment yang dipilihnya langsung kepada orang-orang yang profesional dibidangnya. Sebagian dari teknik ini adalah program menyeluruh, sedang yang lain dirancang menuju target tertentu yang menjadi hambatan atau kesulitan para penyandangnya.
  • Educational Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: Applied Behavior Analysis (ABA) yang prinsip-prinsipnya digunakan dalam penelitian Lovaas sehingga sering disamakan dengan Discrete Trial Training atau Intervensi Perilaku Intensif.
  • Pendekatan developmental yang dikaitkan dengan pendidikan yang dikenal sebagai Floortime.
  • TEACCH (Treatment and Education of Autistic and Related Communication – Handicapped Children).
  • Biological Treatment, meliputi tetapi tidak terbatas pada: diet, pemberian vitamin dan pemberian obat-obatan untuk mengurangi perilaku-perilaku tertentu (agresivitas, hiperaktif, melukai diri sendiri, dsb.).
  • Speech – Language Therapy (Terapi Wicara), meliputi tetapi tidak terbatas pada usaha penanganan gangguan asosiasi dan gangguan proses auditory/pendengaran.
  • Komunikasi, peningkatan kemampuan komunikasi, seperti PECS (Picture Exchange Communication System), bahasa isyarat, strategi visual menggunakan gambar dalam berkomunikasi dan pendukung-pendukung komunikasi lainnya.
  • Pelayanan Autisme Intensif, meliputi kerja team dari berbagai disiplin ilmu yang memberikan intervensi baik di rumah, sekolah maupun lngkungan sosial lainnya.
  • Terapi yang bersifat Sensoris, meliputi tetapi tidak terbatas pada Occupational Therapy (OT), Sensory Integration Therapy (SI) dan Auditory Integration Training (AIT).

Dengan adanya berbagai jenis terapi yang dapat dipilih oleh orang tua, maka sangat penting bagi mereka untuk memilih salah satu jenis terapi yang dapat meningkatkan fungsionalitas anak dan mengurangi gangguan serta hambatan autisme. Sangat disayangkan masih minim data ilmiah yang mampu mendukung berbagai jenis terapi yang dapat dipilih orang tua di Indonesia saat ini. Fakta menyebutkan bahwa sangat sulit membuat suatu penelitian mengenai autisme. Sangat banyak variabel-variabel yang dimiliki anak, dari tingkat keparahan gangguannya hingga lingkungan sekitarnya dan belum lagi etika yang ada didalamnya untuk membuat suatu penelitian itu sungguh-sungguh terkontrol. Sangat tidak mungkin mengkontrol semua variabel yang ada sehingga data yang dihasilkan dari penelitian-penelitian sebelumnya mungkin secara statistik tidak akurat.

Tidak ada satupun jenis terapi yang berhasil bagi semua anak. Terapi harus disesuaikan dengan kebutuhan anak, berdasarkan pada potensinya, kekurangannya dan tentu saja sesuai dengan minat anak sendiri. Terapi harus dilakukan secara multidisiplin ilmu, misalnya menggunakan; okupasi terapi, terapi wicara dan terapi perilaku sebagai basisnya. Tenaga ahli yang menangani anak harus mampu mengarahkan pilihan-pilihan anda terhadap berbagai jenis terapi yang ada saat ini. Tidak ada jaminan apakah terapi yang dipilih oleh orang tua maupun keluarga sungguh-sungguh akan berjalan efektif. Namun demikian, tentukan salah satu jenis terapi dan laksanakan secara konsisten, bila tidak terlihat perubahan atau kemajuan yang nyata selama 3 bulan dapat melakukan perubahan terapi. Bimbingan dan arahan yang diberikan harus dilaksanakan oleh orang tua secara konsisten. Bila terlihat kemajuan yang signifikan selama 3 bulan maka bentuk intervensi lainnya dapat ditambahkan. Tetap bersikap obyektif dan tanyakan kepada para ahli bila terjadi perubahan-perubahan perilaku lainnya.

Penanganan Autisme di Indonesia

Intensitas dari treatment perilaku pada anak dengan autisme merupakan hal penting, namun persoalan-persoalan mendasar yang ditemui di Indonesia menjadi sangat krusial untuk diatasi lebih dahulu.
Tanpa mengabaikan faktor-faktor lain, beberapa fakta yang dianggap relevan dengan persoalan penanganan masalah autisme di Indonesia diantaranya adalah:
  1. Kurangnya tenaga terapis yang terlatih di Indonesia. Orang tua selalu menjadi pelopor dalam proses intervensi sehingga pada awalnya pusat-pusat intervensi bagi anak dengan autisme dibangun berdasarkan kepentingan keluarga untuk menjamin kelangsungan pendidikan anak mereka sendiri.
  2. Belum adanya petunjuk treatment yang formal di Indonesia. Tidak cukup dengan hanya mengimplementasikan petunjuk teatment dari luar yang penerapannya tidak selalu sesuai dengan kultur kehidupan anak-anak Indonesia.
  3. Masih banyak kasus-kasus autisme yang tidak di deteksi secara dini sehingga ketika anak menjadi semakin besar maka semakin kompleks pula persoalan intervensi yang dihadapi orang tua. Para ahli yang mampu mendiagnosa autisme, informasi mengenai gangguan dan karakteristik autisme serta lembaga-lembaga formal yang memberikan layanan pendidikan bagi anak dengan autisme belum tersebar secara merata di seluruh wilayah di Indonesia.
  4. Belum terpadunya penyelenggaraan pendidikan bagi anak dengan autisme di sekolah. Dalam Pasal 4 UU No. 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah diamanatkan pendidikan yang demokratis dan tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, dukungan ini membuka peluang yang besar bagi para penyandang autisme untuk masuk dalam sekolah-sekolah umum (inklusi) karena hampir 500 sekolah negeri telah diarahkan oleh pemerintah untuk menyelenggarakan inklusi.
  5. Permasalahan akhir yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan baik secara klinis maupun praktis yang didukung dengan validitas data secara empirik (Empirically Validated Treatments/EVT) dari penanganan-penanganan masalah autisme di Indonesia. Studi dan penelitian autisme selain membutuhkan dana yang besar juga harus didukung oleh validitas data empirik, namun secara etis tentunya tidak ada orang tua yang menginginkan anak mereka menjadi percobaan dari suatu metodologi tertentu. Kepastian dan jaminan bagi proses pendidikan anak merupakan pertimbangan utama bagi orang tua dalam memilih salah satu jenis treatment bagi anak mereka sehingga bila keraguan ini dapat dijawab melalui otoritas-otoritas ilmiah maka semakin terbuka informasi bagi masyarakat luas mengenai pengetahuan-pengetahuan baik yang bersifat klinis maupun praktis dalam proses penanganan masalah autisme di Indonesia.

Perkembangan Penelitian Austisme

Tahun 1960 penanganan anak dengan autisme secara umum didasarkan pada model psikodinamika, menawarkan harapan akan pemulihan melalui experiential manipulations (Rimland, 1964). Namun demikian model psikodinamika dianggap tidak cukup efektif.

Pada pertengahan tahun 1960-an, terdapat sejumlah laporan penelitian bahwa pelaku psikodinamik tidak dapat memberikan apa yang mereka janjikan (Lovaas, 1987).

Melalui berbagai literatur, dapat disebutkan beberapa ahli yang memiliki perbedaan filosofis, variasi-variasi treatment dan target-target khusus lainnya, seperti:
  • Rimland (1964): Meneliti karakteristik orang tua yang memiliki anak dengan autisme, seperti: pekerja keras, pintar, obsesif, rutin dan detail. Ia juga meneliti penyebab autisme yang menurutnya mengarah pada faktor biologis.
  • Bettelheim (1967): Ide penyebab autisme adalah adanya penolakan dari orang tua. Infantile Autism disebabkan harapan orang tua untuk tidak memiliki anak, karena pada saat itu psikoterapi yang sangat berpengaruh, maka ia menginstitusionalkan 46 anak dengan autistime untuk keluar dari stress berat. Namun tidak dilaporkan secara detail kelanjutan dari hasil pekerjaannya tersebut.
  • Delacato (1974): Autisme disebabkan oleh Brain injured. Sebagai seorang Fisioterapi maka Delacato memberikan treatment yang bersifat sensoris. Pengaruh ini kemudian berkembang pada Doman yang dikemudian hari mengembangkan metode Gleen Doman.
  • Lovaas (1987): Mengaplikasikan teori Skinne dan menerapkan Behavior Modification kepada anak-anak berkebutuhan khusus, termasuk anak dengan autistisme di dalamnya. Ia membuat program-program intervensi bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang dilakukannya di UCLA.

Dari hasil program-program Lovaas, anak-anak dengan autisme mendapatkan program modifikasi perilaku yang kemudian berkembang secara professional dalam jurnal-jurnal psikologi. Hingga saat ini terdapat banyak program intervensi perilaku bagi anak dengan autisme, setiap program memiliki berbagai variasi dan pengembangan-pengembangan sendiri sesuai dengan penelitian-penelitan dilakukan.

Gejala Austisme

Anak dengan autisme dapat tampak normal di tahun pertama maupun tahun kedua dalam kehidupannya. Para orang tua seringkali menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika bermain serta berinteraksi dengan orang lain.
Anak-anak tersebut mungkin dapat menjadi sangat sensitif atau bahkan tidak responsif terhadap rangsangan-rangasangan dari kelima panca inderanya (pendengaran, sentuhan, penciuman, rasa dan penglihatan). Perilaku-perilaku repetitif (mengepak-kepakan tangan atau jari, menggoyang-goyangkan badan dan mengulang-ulang kata) juga dapat ditemukan.
Perilaku dapat menjadi agresif (baik kepada diri sendiri maupun orang lain) atau malah sangat pasif. Besar kemungkinan, perilaku-perilaku terdahulu yang dianggap normal mungkin menjadi gejala-gejala tambahan. Selain bermain yang berulang-ulang, minat yang terbatas dan hambatan bersosialisasi, beberapa hal lain yang juga selalu melekat pada para penyandang autisme adalah respon-respon yang tidak wajar terhadap informasi sensoris yang mereka terima, misalnya; suara-suara bising, cahaya, permukaan atau tekstur dari suatu bahan tertentu dan pilihan rasa tertentu pada makanan yang menjadi kesukaan mereka.

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada para penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi yang teringan hingga terberat sekalipun.
  • Hambatan dalam komunikasi, misal: berbicara dan memahami bahasa.
  • Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.
  • Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar.
  • Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali.
  • Gerakkan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

Para penyandang Autisme beserta spektrumnya sangat beragam baik dalam kemampuan yang dimiliki, tingkat intelegensi, dan bahkan perilakunya. Beberapa diantaranya ada yang tidak 'berbicara' sedangkan beberapa lainnya mungkin terbatas bahasanya sehingga sering ditemukan mengulang-ulang kata atau kalimat (echolalia). Mereka yang memiliki kemampuan bahasa yang tinggi umumnya menggunakan tema-tema yang terbatas dan sulit memahami konsep-konsep yang abstrak. Dengan demikian, selalu terdapat individualitas yang unik dari individu-individu penyandangnya.

Terlepas dari berbagai karakteristik di atas, terdapat arahan dan pedoman bagi para orang tua dan para praktisi untuk lebih waspasa dan peduli terhadap gejala-gejala yang terlihat. The National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) di Amerika Serikat menyebutkan 5 jenis perilaku yang harus diwaspadai dan perlunya evaluasi lebih lanjut :
  1. Anak tidak bergumam hingga usia 12 bulan
  2. Anak tidak memperlihatkan kemampuan gestural (menunjuk, dada, menggenggam) hingga usia 12 bulan
  3. Anak tidak mengucapkan sepatah kata pun hingga usia 16 bulan
  4. Anak tidak mampu menggunakan dua kalimat secara spontan di usia 24 bulan
  5. Anak kehilangan kemampuan berbahasa dan interaksi sosial pada usia tertentu

Adanya kelima ‘lampu merah’ di atas tidak berarti bahwa anak tersebut menyandang autisme tetapi karena karakteristik gangguan autisme yang sangat beragam maka seorang anak harus mendapatkan evaluasi secara multidisipliner yang dapat meliputi; Neurolog, Psikolog, Pediatric, Terapi Wicara, Paedagog dan profesi lainnya yang memahami persoalan autisme.

Diagosa Autisme Part II

Gejala autisme dapat sangat ringan (mild), sedang (moderate) hingga parah (severe), sehingga masyarakat mungkin tidak menyadari seluruh keberadaannya. Parah atau ringannya gangguan autisme sering kemudian di-paralel-kan dengan keberfungsian. Dikatakan oleh para ahli bahwa anak-anak dengan autisme dengan tingkat intelegensi dan kognitif yang rendah, tidak berbicara (nonverbal), memiliki perilaku menyakiti diri sendiri, serta menunjukkan sangat terbatasnya minat dan rutinitas yang dilakukan maka mereka diklasifikasikan sebagai low functioning autism. Sementara mereka yang menunjukkan fungsi kognitif dan intelegensi yang tinggi, mampu menggunakan bahasa dan bicaranya secara efektif serta menunjukkan kemampuan mengikuti rutinitas yang umum diklasifikasikan sebagai high functioning autism. Dua dikotomi dari karakteristik gangguan sesungguhnya akan sangat berpengaruh pada implikasi pendidikan maupun model-model treatment yang diberikan pada para penyandang autisme. Kiranya melalui media ini penulis menghimbau kepada para ahli dan paktisi di bidang autisme untuk semakin mengembangkan strategi-strategi dan teknik-teknik pengajaran yang tepat bagi mereka. Apalagi mengingat fakta dari hasil-hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa 80% anak dengan autisme memiliki intelegensi yang rendah dan tidak berbicara atau nonverbal. Namun sekali lagi, apapun diagnosa maupun label yang diberikan prioritasnya adalah segera diberikannya intervensi yang tepat dan sungguh-sungguh sesuai dengan kebutuhan mereka.

Autisme ditunjukkan bila ditemukan 6 atau lebih dari 12 gejala yang mengacu pada 3 bidang utama gangguan, yaitu: Interaksi Sosial – Komunikasi – Perilaku.

Autisme sebagai spektrum gangguan maka gejala-gejalanya dapat menjadi bukti dari berbagai kombinasi gangguan perkembangan. Bila tes-tes secara behavioral maupun komunikasi tidak dapat mendeteksi adanya autisme, maka beberapa instrumen screening yang saat ini telah berkembang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme:
  • Childhood Autism Rating Scale (CARS): skala peringkat autisme masa kanak-kanak yang dibuat oleh Eric Schopler di awal tahun 1970 yang didasarkan pada pengamatan perilaku. Alat menggunakan skala hingga 15; anak dievaluasi berdasarkan hubungannya dengan orang, penggunaan gerakan tubuh, adaptasi terhadap perubahan, kemampuan mendengar dan komunikasi verbal.
  • The Checklis for Autism in Toddlers (CHAT): berupa daftar pemeriksaan autisme pada masa balita yang digunakan untuk mendeteksi anak berumur 18 bulan, dikembangkan oleh Simon Baron Cohen di awal tahun 1990-an.
  • The Autism Screening Questionare: adalah daftar pertanyaan yang terdiri dari 40 skala item yang digunakan pada anak dia atas usia 4 tahun untuk mengevaluasi kemampuan komunikasi dan sosial mereka.
  • The Screening Test for Autism in Two-Years Old: tes screening autisme bagi anak usia 2 tahun yang dikembangkan oleh Wendy Stone di Vanderbilt didasarkan pada 3 bidang kemampuan anak, yaitu; bermain, imitasi motor dan konsentrasi.

Diagnosa yang akurat dari Autisme maupun gangguan perkembangan lain yang berhubungan membutuhkan observasi yang menyeluruh terhadap: perilaku anak, kemampuan komunikasi dan kemampuan perkembangan lainnya. Akan sangat sulit mendiagnosa karena adanya berbagai macam gangguan yang terlihat. Observasi dan wawancara dengan orang tua juga sangat penting dalam mendiagnosa. Evaluasi tim yang terdiri dari berbagai disiplin ilmu memungkinkan adanya standardisasi dalam mendiagnosa. Tim dapat terdiri dari neurolog, psikolog, pediatrik, paedagog, patologis ucapan/kebahasaan, okupasi terapi, pekerja sosial dan lain sebaginya.

Diagnosa Autisme

Diagnosa Autisme Sesuai DSM IV

Interaksi Sosial (minimal 2):
  1. Tidak mampu menjalin interaksi sosial non verbal: kontak mata, ekspresi muka, posisi tubuh, gerak-gerik kurang tertuju
  2. Kesulitan bermain dengan teman sebaya
  3. Tidak ada empati, perilaku berbagi kesenangan/minat
  4. Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional 2 arah

Komunikasi Sosial (minimal 1):
  1. Tidak/terlambat bicara, tidak berusaha berkomunikasi non verbal
  2. Bisa bicara tapi tidak untuk komunikasi/inisiasi, egosentris
  3. Bahasa aneh & diulang-ulang/stereotip
  4. Cara bermain kurang variatif/imajinatif, kurang imitasi social

Imaginasi, berpikir fleksibel dan bermain imaginatif (minimal 1):
  1. Mempertahankan 1 minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan berlebihan, baik intensitas dan fokusnya
  2. Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik/rutinitas yang tidak berguna
  3. Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan berulang-ulang. Seringkali sangat terpukau pada bagian-bagian tertentu dari suatu benda.

Autisme

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen, 1993). Menurut Power (1989) karakteristik anak dengan autisme adalah adanya 6 gangguan dalam bidang:
  • interaksi sosial,
  • komunikasi (bahasa dan bicara),
  • perilaku-emosi,
  • pola bermain,
  • gangguan sensorik dan
  • motorikperkembangan terlambat atau tidak normal.

Gejala ini mulai tampak sejak lahir atau saat masih kecil; biasanya sebelum anak berusia 3 tahun.

Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:
  1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan aktivitas.
  2. Asperger’s Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
  3. Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
  4. Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia 1 – 4 tahun.
  5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.

Diagnosa Perpasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin, 1998: 79). National Information Center for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi, pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan pada gejala autisme.