Dampak Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus 3

Guru dapat melakukan beragam cara untuk mengeleminasi dampak negative dan mempromosikan dampak positive. Dapat dilakukan dengan perubahan berorientasi keluarga, yaitu memandang keluarga sebagai pelaksana penting dalam upaya membantu anak, dan tenaga professional harus bekerja bersama keluarga serta memunculkan konsep tersebut dalam literature akademik. Hal ini merupakan pengakuan bahwa perlakuan dapat berdampak terhadap perkembangan dan kompetensi anak jika pengaruh pihak-pihak lain dalam lingkungan anak secara aktif berpartisipasi dalam upaya memanfaatkan dan mengembangkan keterampilan anak melalui aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan tersebut, antara lain :

  • Pemberdayaan (empowering). Memberikan bantuan kepada keluarga bagaimana mengenali ABK melalui kegiatan pembekalan pengetahuan dan identifikasi awal anak melalui tes kesehatan terpadu dan kontiniu dengan kerjasama pihak-pihak terkait, seperti medis, terutama puskesmas sebagai pusat layanan kesehatan yang mudah terjangkau oleh seluruh kalangan masyarakat, sehingga keluarga tidak lagi khawatir dengan kendala pembiayaan pada saat dilakukan intervensi fisik anak. Pihak-pihak terkait lainnya mungkin PLB, membekali dasar-dasar identifikasi ABK pada keluarga. Dengan pemberdayaan keluarga ini dapat mengembangkan sendiri, menentukan dengan rasa percaya diri dan kemampuan untuk bertindak dalam kehidupannya sendiri. Artinya kita benar-benar memberdayakan keluarga untuk mampu memberikan pelayanan dalam bentuk aktivitas dan rutinitas di lingkungan rumah.
  • Pemupukan (enabling). Menciptakan kesempatan untuk keluarga mendapatkan sumber-sumber kekuatan sendiri, membangun sumber-sumber tersebut untuk dapat memenuhi kebutuhan anaknya. Ini dapat dilakukan dengan membuat kumpulan atau organisasi orangtua, guru dan professional. Memungkinkan organisasi ini merancang aktifitas social seperti : menggalang dana untuk penyediaan sarana dan prasarana terapi di sebuah sekolah, atau menyelenggarakan event untuk pembekalan untuk guru-guru seperti : seminar tentang ABK, pameran hasil karya anak dan talkshow penampilan bakat anak dan lain-lain. Hal diharapkan mampu memberi kepercayaan pada masyarakat bahwa keluarga dapat memenuhi kebutuhan anaknya dengan berbagai cara bermakna dan menghasilkan untuk kelangsungan layanan pendidikan pada anak-anak ABK.
  • Kemitraan (partisipasi). Sudah pasti program ini kerjasama dengan berbagai pihak terkait (pemerintahan, professional, guru dan orangtua untuk membangun sikap positif terhadap bekerjasama secara aktif untuk meningkatkan hasil, bagi anak maupun keluarga, melebihi apa yang dapat di capai dalam bentuk perlakuan

Berdasarkan uraian dari dampak yang muncul dengan lahirnya anak-anak kita yang special, akan semakin membangun motivasi kita secara psiko-sosial dan pendidikan. Ini semua sudah menjadi ketentuan Allah sang Kholiq, dengan segala kelebihan yang mereka miliki. Sebagai orang dewasa yang berada dilingkungan mereka, tentu menjadi fasilitator dan motivator untuk membangun dan mengembangkan potensi yang mereka miliki. Tidak ada satupun anak dilahirkan ke dunia tanpa memiliki potensi. Kepada semua pihak yang terlibat dalam pendidikan terutama orangtua dan keluarga sebagai pendidik utama selayaknya berbangga hati, menggali dan menemukan potensi-potensi dan kekayaan yang dimiliki anak-anak manapun, termasuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus). Penerimaan dan treatment yang kita berikan pada semua anak-anak kita dengan segala kelebihan /fitrah yang dibawanya sejak lahir akan membantunya untuk berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Menggali potensi itu dengan berbagai stimulasi yang sesuai, misal : terapi dan memasukkan ke sekolah-sekolah regular atau sekolah inklusi, melayani dengan penuh cinta dan sabar, dan yang terpenting melayani dengan paham dan membantu anak-anak kita menjadi pribadi yang siap layan diri. Suatu hari anak-anak hidup pada zaman yang berbeda dengan kita, dan mungkin kita sudah tidak bisa mendampingi mereka lagi maka berbuatlah dari sekarang juga untuk anak-anak kita. Pentingnya kekuatan do’a dibalik semua usaha untuk itu. Sukses selalu untuk kita semua para pendidik.

Dampak Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus 2

Dampak Positive

Dampak pada pendidikan dengan terlahirnya anak-anak berkebutuhan khusus, tentu memungkinkan lahir ide-ide baru, untuk pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah regular dan melahirkan sekolah inklusi. Sebab keadaan saat ini sudah menjadi sorotan tajam dalam dunia pendidikan. Misalnya munculnya alat, media, sumber belajar untuk memberikan treatment yang tepat pada ABK kebutuhannya. Seperti : alat permainan untuk terapi motorik anak autis.

Mau tidak mau, dampak positivenya akan melahirkan sekolah-sekolah inklusi mulai dari yang sangat sederhana atau regular sampai sekolah inklusi dengan program berkualitas dan biaya opeasional yang tinggi. Tentu dengan berkembangnya pengetahuan masyarakat tentang ABK dan sekolah inklusi, maka semakin meningkat pula minat masyarakat untuk memberikan layanan pendidikan ABK yang berkualitas untuk anak-anak mereka.

Dengan demikian maka diharapkan pemerintah sebagai pembuat kebijakan dapat memfasilitasi sekolah-sekolah inklusi dengan pembekalan keilmuan pada guru, orangtua dan tenaga kependidikan yang nantinya diharapkan mampu memberdayakan ABK setelah mereka mendapatkan layanan pendidikan berkualitas. Pembekalan pengetahuan dan penyediaan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran ABK.

Dampak Pendidikan Anak berkebutuhan Khusus

Dampak negative

Operasional pendidikan ABK dengan biaya tinggi, berdampak pada keluarga yang tidak mampu sehingga tidak dapat menikmati layanan pendidikan yang layak dan tepat. Hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan pelayanan pendidikan ABK ini, sementara aturan dan perundang-undangan memberikan hak pendidikan untuk setiap anak termasuk ABK.

Terlihat juga disini dampak aturan dan perundang-undangan tersebut terhadap layanan pendidikan ABK, jika belum ada solusi atau gambaran yang jelas tentang operasional pendidikan untuk sekolah-sekolah tentang penyelenggaraan pendidikan ABK atau disebut SEKOLAH INKLUSI. Tidak semua sekolah di Indonesia mampu menyelenggarakan operasional pendidikan sekolah Inklusi, sebab kita tahu banyak hal yang harus disiapkan untuk seperti : alat, media, perlengkapan, sarana prasarana, terapi dan tenaga professional untuk memberikan layanan pendidikan yang berkualitas.

Kurangnya sosialisasi tentang layanan pendidikan inklusi pada masyarakat, berdampak pada harapan orangtua ABK, agar anak mereka dapat sembuh setelah mendapatkan pendidikan dan memiliki kemampuan seperti anak-anak typical lainnya. Sehingga dampaknya adalah memaksakan anak ABK untuk mencapai target-target tertentu terutama secara akademik. Hal ini terlihat dari tuntutan orangtua murid ABK pada sekolah-sekolah regular atau sekolah inklusi. Banyak terjadi di lapangan, tuntutan orangtua yang berlebihan, misalnya di PAUD : “setelah anak saya selesai di kelompok A, saya mau dia bisa di kelompok B karena saya mau tahun depan umurnya 7 tahun anak saya sudah di sekolah dasar”. Kasus ini banyak sekali terjadi sehingga orangtua tidak lagi menyadari sebenarnya kebutuhan anak mereka. Tentu ini berdampak pada anak. Dampak pendidikan pada ABK tidak lagi mempertimbangkan perkembangan anak dan kebutuhan khusus mereka.

Anak Autis Banyak Lahir dari Orangtua Berpendidikan Tinggi

California, Studi terkini menemukan anak autis banyak dilahirkan dari pasangan yang berpendidikan tinggi dan sudah tua. Peneliti menggunakan data sekitar 2,5 juta kelahiran di California selama 5 tahun.

Dan ternyata ditemukan sekelompok anak autis pada daerah dimana rata-rata penduduknya berpendidikan tinggi. Orang tua anak-anak autis tersebut ternyata kebanyakan berlatar belakang pendidikan lebih tinggi (di atas S1) dibanding orang tua di daerah yang tidak terdapat anak autis.

"Studi ini cocok dengan apa yang kami perkirakan sebelumnya, yaitu pasangan orang tua yang berpendidikan tinggi cenderung menghasilkan anak autis," ujar Karla Van Meter, epidemiolog dari Sonoma County Department of Public Health University of California seperti dilansir Healthday, Rabu (6/1/2010).

Suami istri yang sudah berumur tua saat memiliki anak juga dilaporkan lebih banyak mempunyai anak autis. Tapi faktor pendidikan jauh lebih besar risikonya dalam menghasilkan anak autis.

"Tidak ada yang benar-benar tahu penyebabnya apa. Tapi mungkin faktor genetik berperan. Mungkin juga karena orang tua berpendidikan tinggi memiliki harapan yang terlalu berlebih pada anaknya sehingga psikologisnya terganggu atau karena mereka lebih banyak terpapar dengan bahan kimia di rumahnya. Semuanya bisa saja terjadi, tapi kami masih meneliti penyebab pastinya," kata Van Meter.

Namun kabar baiknya adalah, orang tua yang berpendidikan tinggi lebih tahu tentang penyakit autis dan lebih baik dalam menangani anaknya yang autis.

"Penyakit autis sudah menembus batas demografis dan sosial ekonomi. Kita bisa melihatnya di lingkungan sekitar dimana pasangan orang tua yang pintar dan berpendidikan tinggi justru lebih banyak melahirkan anak autis," kata Lee Grossman dari Autism Society of America.

Jumlah anak autis memang meningkat akhir-akhir ini. Hingga Desember 2009, Centers for Disease Control and Prevention mencatat 1 dari 110 anak di Amerika terdiagnosa autis. Faktor genetik dan cemaran bahan kimia masih menjadi penyebab utamanya.

sumber: detik.com

Anak yang memerlukan Kebutuhan Khusus 2

Tunagrahita

Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.

1. Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
2. Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
3. Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
4. Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).

Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.

Tunadaksa

Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
[sunting] Tunalaras

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Kesulitan belajar

Adalah individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berfikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, brain injury, disfungsi minimal otak, dislexia, dan afasia perkembangan. individu kesulitan belajar memiliki IQ rata-rata atau diatas rata-rata, mengalami gangguan motorik persepsi-motorik, gangguan koordinasi gerak, gangguan orientasi arah dan ruang dan keterlambatan perkembangan konsep.

Anak yang memerlukan Kebutuhan Khusus

Tunanetra

Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.
Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran.

Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)


Tunarungu

Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:

1. Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
2. Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
3. Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
4. Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
5. Gangguan pendengaran ekstrim/tuli(di atas 91dB).

Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.

Permasalahan anak yang berkebutuhan Khusus

Proses Pengolahan Ilmu di otak Anak-Anak Berkebutuhan Khusus itu relatif kurang. Pada awal kehidupan Sel-Sel Otak mulanya sedikit, ketika usia 6 tahun, Sel-Sel Otak mulai bertahmbah, hingga akhirnya pada usia 14 tahun dapat berkembang lebih pesat. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus hanya tertuju pada 1 pusat perhatian (topik menarik) dalam proses otak.

Yang berinteligensi tinggi akan menghadapi kesulitan dalam pembelajaran normal, suka merasa bosan dan cenderung main-main sendiri. Sedangkan yang inteligensinya rendah akan kesulitan dalam memahami materi pembelajaran dan kerap membutuhkan banyak pengulangan dalam membahas suatu pembelajaran.

Dalam perihal Interaksi Sosial Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kurang kontak mata, represif, sulit berinteraksi baik dengan teman-teman maupun para guru, tak bisa berempati, memahami maksud orang lain, interaksi, kesulitan menyampaikan keinginan, takut dan cenderung menghindari orang lain dan sulit memahami isyarat verbal-nonverbal.

Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kali kurang tangkas dan keseimbangan dalam perihal Gerak Motorik Kasar (Gross), sedangkan dalam Gerak Motorik Halus (Fine) Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap kurang terampil dan terkordinir dalam melaksanakan salah satu tugas.

Dalam Gerakan Sensorik, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus cenderung Hiporeaktif (cuek) dan Hiperaktif (enggan belajar), fokus hanya pada detail tertentu/sempit/tak menyeluruh, dan mempunyai perhatian yang obsesif. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus juga mempunyai minat terbatas, tak patuh, monoton, tantrum, mengganggu, agresif, impulsif, stimulasi diri, takut-cemas, kerap menangis.

·Ketika belajar, Anak-Anak Berkebutuhan Khusus kerap melakukan kesalahan sensory memory karena memori mereka hanya pendek sekali jaraknya, mudah lupa, fakta tersimpan tetapi tidak dalam 1 kerangka konteks yang terjadi. Anak-Anak Berkebutuhan Khusus sebenarnya bisa memberi respon terhadap sesuatu dalam pembelajaran, tetapi mereka sulit menghadapi situasi baru.

Sulit meniru aksi orang lain, namun bisa meniru kata-kata tetapi tidak memahami.
asi Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai keterbatasan kemampuan komunikasi, gangguan bahasa verbal-nonverbal, kesulitan menyampaikan keinginan, dan penggunaan bahasa repetitif (pengulangan). Anak-Anak Berkebutuhan Khusus mempunyai kelemahan dalam sequencing seperti kesulitan dalam menguruskan aktivitas, bisa mengurutkan tetapi sulit mengembangkan sehingga kurang kreatif, jika urutan aktivitas dirubah Anak-Anak Berkebutuhan Khusus dapat mengalami stress.

Gangguan Executive Function juga terdapat pada Anak-Anak Berkebutuhan Khusus seperti kesulitan mempertahankan atensi, mudah terdistraksi, tidak bisa menyelesaikan tugas, dan kurang kontrol diri serta sulit bergaul.

sumber: lppariau.weebly.com