Retardasi Mental
Dewasa ini anak-anak penderita retardasi mental mulai dapat dideteksi semenjak usia 3-4 tahun atau sesudah dilakukan evaluasi dengan test Kecerdasan Intelektual (IQ). Adapun test IQ yang ada saat ini hanya diperuntukkan bagi anak yang berusia di atas usia 3 tahun. Sampai sekarang belum ditemukan metode pengukuran IQ bagi anak-anak berusia di bawah 3 tahun. Jika anak-anak penderita retardasi mental dapat dideteksi sebelum berusia 3 tahun, rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin sebelum otak berkembang sempurna Sehingga kemungkinan untuk pulih akan semakin besar dan kemampuan anakpun akan dapat ditingkatkan.
Riset ini bertujuan mendeteksi anak-anak penderita retardasi mental pada usia 6 hingga 12 bulan dengan menganalisa ekspresi wajah mereka setelah diperlihatkan foto-foto tertentu.
Metode dilakukan dengan menganalisa pada ekspresi wajah anak-anak, lalu mengkategorikan anak-anak yang memiliki otak yang dapat bereaksi normal dan anak-anak yang memiliki masalah dalam menangkap informasi tertentu yang datang ke otak. Juga dilakukan evaluasi terhadap efektifitas otak anak dengan menghitung waktu respon yang timbul setelah anak melihat gambar-gambar foto tertentu. Semakin pendek waktu respon yang timbul semakin cepat kerja otak dalam mengolah informasi yang masuk. Sebaliknya semakin panjang waktu respon yang ada terdapat kemungkinan otak mempunyai masalah dalam mengolah suatu informasi. Sebagai obyek, 20 orang anak-anak Jepang yang terdiri dari 10 anak-anak laki-laki dan 10 anak-anak perempuan. Usia berkisar antara 6 bulan hingga 12 bulan. Gambar Foto Wajah dipilih 12 gambar foto wajah tertentu yang berukuran 512 x 512 pixel. Ke-12 gambar foto tersebut terdiri dari 4 foto dari ibu anak (Mother), 4 foto dari wanita yang tidak dikenal anak (Unknown Woman), dan 4 foto lagi dari gabungan (Combination) wajah ibu dan wanita yang tidak dikenal anak tersebut.
Kategori ekspresi wajah terdiri dari kategori positif yaitu wajah tanpa ekspresi (expressionless) dan wajah dengan ekspresi senang (Smile Face). Adapun kategori negatif adalah wajah dengan ekspresi marah (Anger Face) dan wajah dengan ekspresi terkejut (Surprise Face). Metode Percobaan yang dilakukan adalah Pertama, mendudukan obyek pada pangkuan ibunya yang duduk di depan layar monitor. Kemudian kami tampilkan gambar feedback dari obyek (feedback image) agar obyek dapat memusatkan perhatiannya pada layar monitor. Setelah perhatian obyek terpusat pada layar monitor, kami akan menampilkan foto wajah (Face Picture Image) selama 3 detik. Setelah foto wajah hilang dari layar monitor kembali akan tampak gambar feedback dari obyek(Feedback Image). Percobaan ini diulang selama 24 kali.Selama percobaan berlangsung obyek terus di rekam dengan menggunakan kamera video yang mana rekaman ini akan digunakan pada proses analisa.
Pada percobaan ini dilakukan 2 analisa sebagai berikut:
Analisa pada ekspresi wajah berdasarkan pada gerakan dasar otot wajah (aksi satuan unit) dengan sintesis pada gerakan yang timbul di alis, mata, pipi dan mulut. Analisa pada perhitungan waktu yang timbul sejak melihat gambar hingga timbul perubahan ekspresi pada wajah ( waktu
respon).
Dari hasil analisa yang pertama, dapat di dikategorikan dan dipisahkan anak-anak yang memiliki otak yang dapat bekerja dengan normal dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam mengamati ekspresi wajah seseorang. Data-data yang ada pada analisa ini menunjukkan bahwa dengan memperlihatkan gambar foto wajah yang bermacam-macam dan juga yang memiliki ekspresi wajah yang berlainan ekspresi yang timbul pada wajah anak juga berlainan. Kemudian dari analisa yang kedua, dapat dievaluasi efektifitas dari otak dengan melakukan pengukuran pada waktu respon. Yang mana semakin pendek waktu respon menunjukkan semakin baik otak
bekerja dalam menerima informasi. Adapun panjangnya waktu respon ini juga dipengaruhi oleh macam gambar foto dan bentuk ekspresi wajah yang dilihat.
Dari hasil risetini disimpulkan bahwa anak-anak mudah menangkap pesan atau informasi yang tersirat pada wajah dari sumber yang mereka kenal seperti dari ibu mereka dibandingkan dari sumber yang asing bagi mereka. Juga disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin dan umur juga mempengaruhi ekspresi wajah yang muncul dan juga waktu respon. Berdasarkan hasil riset ini. disarankan agar aksi satuan unit pada gerakan dasar otot wajahdan waktu respon dapat dipakai sebagai acuan pengukuran semacam parameter pada test IQ yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan intelektual anak. Akhirnya, dengan menginstal acuan pengukuran pada jaringan komputer diharapkan agar setiap ibu memiliki kesempatan untuk mengukur tingkat kecerdasan intelektual dari anak-anak mereka.
Riset ini bertujuan mendeteksi anak-anak penderita retardasi mental pada usia 6 hingga 12 bulan dengan menganalisa ekspresi wajah mereka setelah diperlihatkan foto-foto tertentu.
Metode dilakukan dengan menganalisa pada ekspresi wajah anak-anak, lalu mengkategorikan anak-anak yang memiliki otak yang dapat bereaksi normal dan anak-anak yang memiliki masalah dalam menangkap informasi tertentu yang datang ke otak. Juga dilakukan evaluasi terhadap efektifitas otak anak dengan menghitung waktu respon yang timbul setelah anak melihat gambar-gambar foto tertentu. Semakin pendek waktu respon yang timbul semakin cepat kerja otak dalam mengolah informasi yang masuk. Sebaliknya semakin panjang waktu respon yang ada terdapat kemungkinan otak mempunyai masalah dalam mengolah suatu informasi. Sebagai obyek, 20 orang anak-anak Jepang yang terdiri dari 10 anak-anak laki-laki dan 10 anak-anak perempuan. Usia berkisar antara 6 bulan hingga 12 bulan. Gambar Foto Wajah dipilih 12 gambar foto wajah tertentu yang berukuran 512 x 512 pixel. Ke-12 gambar foto tersebut terdiri dari 4 foto dari ibu anak (Mother), 4 foto dari wanita yang tidak dikenal anak (Unknown Woman), dan 4 foto lagi dari gabungan (Combination) wajah ibu dan wanita yang tidak dikenal anak tersebut.
Kategori ekspresi wajah terdiri dari kategori positif yaitu wajah tanpa ekspresi (expressionless) dan wajah dengan ekspresi senang (Smile Face). Adapun kategori negatif adalah wajah dengan ekspresi marah (Anger Face) dan wajah dengan ekspresi terkejut (Surprise Face). Metode Percobaan yang dilakukan adalah Pertama, mendudukan obyek pada pangkuan ibunya yang duduk di depan layar monitor. Kemudian kami tampilkan gambar feedback dari obyek (feedback image) agar obyek dapat memusatkan perhatiannya pada layar monitor. Setelah perhatian obyek terpusat pada layar monitor, kami akan menampilkan foto wajah (Face Picture Image) selama 3 detik. Setelah foto wajah hilang dari layar monitor kembali akan tampak gambar feedback dari obyek(Feedback Image). Percobaan ini diulang selama 24 kali.Selama percobaan berlangsung obyek terus di rekam dengan menggunakan kamera video yang mana rekaman ini akan digunakan pada proses analisa.
Pada percobaan ini dilakukan 2 analisa sebagai berikut:
Analisa pada ekspresi wajah berdasarkan pada gerakan dasar otot wajah (aksi satuan unit) dengan sintesis pada gerakan yang timbul di alis, mata, pipi dan mulut. Analisa pada perhitungan waktu yang timbul sejak melihat gambar hingga timbul perubahan ekspresi pada wajah ( waktu
respon).
Dari hasil analisa yang pertama, dapat di dikategorikan dan dipisahkan anak-anak yang memiliki otak yang dapat bekerja dengan normal dengan anak-anak yang memiliki masalah dalam mengamati ekspresi wajah seseorang. Data-data yang ada pada analisa ini menunjukkan bahwa dengan memperlihatkan gambar foto wajah yang bermacam-macam dan juga yang memiliki ekspresi wajah yang berlainan ekspresi yang timbul pada wajah anak juga berlainan. Kemudian dari analisa yang kedua, dapat dievaluasi efektifitas dari otak dengan melakukan pengukuran pada waktu respon. Yang mana semakin pendek waktu respon menunjukkan semakin baik otak
bekerja dalam menerima informasi. Adapun panjangnya waktu respon ini juga dipengaruhi oleh macam gambar foto dan bentuk ekspresi wajah yang dilihat.
Dari hasil risetini disimpulkan bahwa anak-anak mudah menangkap pesan atau informasi yang tersirat pada wajah dari sumber yang mereka kenal seperti dari ibu mereka dibandingkan dari sumber yang asing bagi mereka. Juga disimpulkan bahwa perbedaan jenis kelamin dan umur juga mempengaruhi ekspresi wajah yang muncul dan juga waktu respon. Berdasarkan hasil riset ini. disarankan agar aksi satuan unit pada gerakan dasar otot wajahdan waktu respon dapat dipakai sebagai acuan pengukuran semacam parameter pada test IQ yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kecerdasan intelektual anak. Akhirnya, dengan menginstal acuan pengukuran pada jaringan komputer diharapkan agar setiap ibu memiliki kesempatan untuk mengukur tingkat kecerdasan intelektual dari anak-anak mereka.